Ketika Makassar Menguasai Australia

Selama ribuan tahun, Australia seakan terisolasi dari kemajuan arus peradaban manusia yang tengah berkembang pesat. Baru sekitar 300 tahun yang lalu, benua ini mulai mendapat perhatian dan peranan dalam kancah peradaban dunia, ketika bangsa Eropa diwakili oleh James Cook akhirnya menginjakkan kaki di benua terasing ini pada 1770.

Namun tahukah Anda? Sekitar satu-dua abad sebelum kedatangan bangsa Eropa, sebagian penduduk asli Australia sudah menjalin hubungan dengan orang luar. Mereka adalah bangsa Makassar. Sejak Karaeng Tumapa'risi' Kallona menyatukan kesultanan Gowa dan Tallo di Sulawesi Selatan menjadi satu negara kesatuan (Kesultanan Makassar) pada 1528, mereka kemudian melakukan ekspansi ke berbagai daerah, terutama di Nusantara bagian timur. Dengan cepat, Makassar menjadi salah satu penguasa terbesar di wilayahnya. Jangkauan terluas kekuasaannya meliputi seluruh Sulawesi dan kepulauan di sekitarnya, Kinabatangan sampai pulau Laut di Kalimantan, sebagian besar kepulauan Nusa Tenggara dan Maluku, serta pesisir utara Australia.... Yap, AUSTRALIA.

Peta yang menunjukkan jangkauan terluas dari kesultanan Makassar pada
masa keemasannya di pertengahan abad ke-17 (1640-1660).

Hegemoni Makassar di Australia utara (Northern Territory) dimulai di penghujung abad ke-16, saat para nelayan Makassar yang sedang melaut tiba di daratan ini dan menemukan banyak teripang (timun laut) di sepanjang pesisir pantainya. Untuk informasi, teripang adalah sejenis invertebrata yang berkerabat dekat dengan bintang laut. Bagi nelayan Makassar, teripang merupakan salah satu komoditas penting kala itu, terutama bagi para investor Cina yang menggunakannya sebagai barang konsumsi dan obat. Selain di Australia, ada sepuluh bandar teripang lain di Nusantara timur yang sering disinggahi oleh para saudagar Makassar, yaitu Selayar, Buton, Sumbawa, Timor, Sermata, Tanimbar, Kei, Aru, dan Raja Ampat, serta kota Makassar itu sendiri.

Variasi teripang pasir (Holothuria scabra), spesies timun laut
yang paling umum dijumpai di Australia. (©ResearchGate)

Para nelayan pun memborong timun-timun laut itu dan kembali ke Makassar untuk mengabarkan pengepul lain perihal lokasi perburuan teripang baru tersebut. Bersama para saudagar Bugis dan Melayu, mereka kembali ke tempat itu, yang mereka sebut sebagai Tanah Marege, untuk berburu teripang. Di sana, mereka berdagang dan menjalin hubungan dengan penduduk setempat, suku Aborigin Yolngu (Yolŋu). Saudagar Makassar menukar pakaian, tembakau, pisau, nasi, dan alkohol dengan teripang dan hasil laut lain yang dijual oleh orang Yolngu. Perlahan tapi pasti, hubungan dagang ini menciptakan ikatan persaudaraan antara kedua suku bangsa tersebut. Pernikahan antara orang Makassar dengan Yolngu pun terjadi. Banyak orang Yolngu yang diboyong ke Makassar, mempererat hubungan antara orang Makassar dan Yolngu.

Cuplikan film Yolngu Boy (2001), sebuah film drama Australia yang
mengisahkan tentang perjalanan hidup tiga orang pemuda Yolngu. (©SBS)

Dalam perkembangannya, para pelaut Makassar juga menyebar ke barat daya, ke daerah yang kini bernama Kimberley. Di sana, mereka menanam pohon asam jawa di kala mereka beristirahat sambil menunggu datangnya angin untuk kembali ke Sulawesi. Tempat ini pun dinamakan Kayu Jawa. Kedua tempat ini, Marege dan Kayu Jawa, kemudian menjelma menjadi dua pelabuhan utama bagi perdagangan teripang Makassar-Aborigin di Australia hingga 300 tahun berikutnya.

Semakin hari semakin banyak orang Makassar yang datang ke Marege dan Kayu Jawa. Dengan mengikuti angin muson, mereka mengunjungi tempat-tempat tersebut secara rutin tiap Desember. Para peneliti memperkirakan rombongan Makassar yang datang ke Northern Territory tiap tahun berjumlah 100-an orang. Mereka mendirikan permukiman dan menularkan kebudayaan Makassar kepada para pribumi. Masyarakat Yolngu di Arnhem Land diketahui menggunakan bahasa yang serupa dengan bahasa Makassar. Beberapa kosakatanya bahkan ada yang sama, seperti rupiah (uang), jama (kerja), dan balanda (orang bule/kulit putih). Selain itu, juga ditemukan lukisan gua dan ukiran kayu Aborigin yang menggambarkan perahu pinisi khas Makassar, serta situs Wurrwurrwuy berupa susunan batu yang dibuat oleh orang Yolngu untuk mengenang orang Makassar. Bahkan, kemungkinan besar orang Makassar-lah yang pertama kali menyebarkan Islam di Australia.

Beberapa peninggalan Makassar di Northern Territory: meriam tangan (lantaka), lukisan-lukisan
 gua kapal pinisi di Arnhem Land , dan susunan batu Yolngu di situs Wurrwurrwuy.

Bukti peninggalan fisik lain adalah beberapa buah meriam tangan atau lantaka (1908 & 2012) yang setelah diteliti merupakan peninggalan Makassar. Bukti-bukti ini menyimpulkan bahwa bukan hanya rakyat biasa yang datang ke Tanah Marege, namun juga golongan militer dan para bangsawan. Sebuah sumber menyebutkan bahwa Sultan Makassar melaksanakan kunjungan rutin setiap tahun ke Australia. Sang sultan menyatakan bahwa Tanah Marege dan Kayu Jawa merupakan bagian dari wilayah kekuasaannya. Kejadian ini terjadi sekitar tahun 1640, di masa pemerintahan Sultan Muhammad Said (1639-1653), ayah dari Sultan Hasanuddin. Kala itu, Makassar telah berevolusi menjadi kerajaan maritim yang kuat dan disegani.

Rute yang dilalui oleh para pengepul teripang dari Makassar. Tampak Marege dan
Kayu Jawa di antara duabelas lokasi perburuan teripang di Indonesia timur, abad ke-17. 

Di puncak kejayaan perdagangan teripang, saudagar Makassar dan Bugis mendominasi pantai utara Australia sejauh ribuan kilometer, dari Cape Leveque di Australia Barat sampai pulau Groote Eylandt di Teluk Carpentaria. Kesultanan Makassar telah berhasil mengubah wajah Australia. Sejak kedatangan Makassar, pantai utara Australia semakin ramai dan kehidupan warga Marege dan Kayu Jawa begitu makmur dan terjamin. Saat rombongan James Cook akhirnya tiba di benua ini, mereka melaporkan tentang banyaknya kapal pinisi Selebes (Sulawesi) yang bersandar dan berseliweran di sekitar perairan Northern Territory. Kebiasaan nelayan Makassar untuk berburu teripang di Australia rupanya telah menjadi tradisi yang diwariskan turun-temurun.

Kapal Pinisi Makassar modern dari Bulukumba, Sulawesi Selatan. (©GoCelebes)

Memasuki awal abad ke-20, pemerintah Australia mulai mengadakan pungutan pajak bagi perdagangan teripang dan komoditas lainnya. Kapal-kapal asing diwajibkan bersandar di Pelabuhan Darwin dan dipungut biaya tambahan, termasuk pinisi Makassar. Selain itu, permintaan teripang juga menurun karena kekacauan di Cina saat itu. Para pelaut Makassar yang merasa terbebani pun memutuskan untuk tak datang lagi ke Australia. Satu persatu mereka meninggalkan Tanah Marege, memutus hubungan mereka dengan suku Yolngu yang telah menjadi sahabat mereka selama ratusan tahun. Pinisi Makassar terakhir akhirnya meninggalkan Arnhem Land pada tahun 1907. Using Daeng Rangka, kapten kapal Makassar terakhir yang berkunjung ke Australia, sebelum angkat sauh sempat berucap pada orang-orang Yolngu bahwa mungkin, mereka tak akan pernah kembali lagi ke Marege.

Pantai Wurrwurrwuy di Garanhan, Arnhem Land, yang dipercaya sebagai salah satu lokasi
persinggahan pelaut Makassar dari abad ke-17 sampai awal abad ke-19. (©Kompas)

Namun, beberapa tahun terakhir ini, tampaknya industri perdagangan teripang di Arnhem Land mulai bergeliat kembali. Para investor Cina mulai beramai-ramai mengajukan permintaan dengan harga tinggi terhadap teripang Australia. Para pengusaha Aborigin modern di Northern Territory pun mulai mengembangbiakkan hewan yang telah menghidupi leluhur mereka selama ratusan tahun itu. Dan untungnya, kali ini pemerintah Australia tampaknya turut mendukung usaha mereka untuk menghidupkan kembali industri teripang. Yah semoga saja dengan ini, hubungan baik antara Makassar-Yolngu kembali terjalin, yang juga berarti hal positif bagi hubungan Indonesia-Australia. Pinisi Makassar pun akan kembali berlabuh di Marege dan Kayu Jawa...

---

Referensi:

- Makassan contact with Australia - Wikipedia
- Northern Territory For Everyone: Makassan Visitation of the Territory Coast
- PLOS ONE: The History of Makassan Trepang Fishing and Trade
- Re-discovering 'Marege' - our unique Makassan maritime legacy
Sejarah Kota Makassar: II. Masa Kerajaan Gowa
- Kala Pelaut Makassar Pergi dan Tak Kembali ke Australia
- Berkunjung ke Pantai "Orang Makassar" di Utara Australia
- Meriam Makassar Pengubah Sejarah Australia
The Carronade Island Guns and Southeast Asian gun founding
- Diaspora Indonesia: Misteri Pada Masa Lalu, Ternyata Australia Pernah Jadi Bagian dari Nusantara
- Sea Cucumber as Food - Wikipedia
- Value of sea cucumbers rising

Komentar

  1. Boleh tahu sumber sejarahnya kalau Sultan mengklaim daratan australia utara sebagai daerahnya? Soalnya dari berbagai sumber yg saya baca, Kesultanan Makassar hanya berdagang dengan pribumi Australia saja

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makassar menjadikan Australia utara sebagai palili' atau jajahan, salah satu sumber yang saya punya berdasarkan, tabel ini bersumber dari arsip kerajaan, di istana kerajaan gowa https://ibb.co/in4LAQ

      Hapus
  2. versi di istana kerajaan gowa, museum balla' lompoa https://ibb.co/igNCPk...

    BalasHapus
  3. Kapal yang digunakan pelaut Makassar bukan kapal Pinisi, tetapi kapal Padewakang, yaitu pendahulunya pinisi. Kapal pinisi baru diproduksi besar-besaran setekah tahun 1900, itu juga lambungnya dulu dikembangkan dari lambung padewakang. Layar kapal Pinisi bukan asli Indonesia, karena layarnya meniru layar fore-and-aft rig buatan Barat. Layar buatan Indonesia itu layar Jung dan layar Tanja. Keterangannya bisa baca di :

    Padewakang : https://en.wikipedia.org/wiki/Padewakang
    Pinisi : https://en.wikipedia.org/wiki/Pinisi
    Layar tanja : https://en.wikipedia.org/wiki/Tanja_sail
    Layar jung : https://en.wikipedia.org/wiki/Junk_rig

    BalasHapus
  4. ralat om, tahun 1500 sampai 1600 itu belum ada kesultanan makassar, karena mereka belum masuk Islam. baru tahun 1605 raja nya masuk islam dan menjadi kesultanan

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kronologi Sejarah Pulau Sumatra (75.000 SM - 2017 M)

Peta Sejarah Indonesia Periode 1900-2016

Kronologi Sejarah Pulau Jawa (10.000 SM - 2017 M)