Kronologi Sejarah Sulawesi (40.000 SM - 2018 M)



---



Kronologi sejarah Sulawesi / Celebes dari tahun 40.000 Sebelum Masehi sampai 2018. Dimulai dari munculnya kebudayaan maju pertama di Maros, timbulnya peradaban awal seperti Toraja dan Minahasa, hingga zaman kerajaan-kerajaan besar seperti Luwu, Buton, Ternate, Gowa-Tallo, dan Bone. Dilanjutkan dengan masa pendudukan Eropa dan Jepang, dan diakhiri dengan masa pemerintahan Republik Indonesia saat ini... Semoga bermanfaat! :>
---

Sebelum Masehi:



  • 40000 SM - Kebudayaan Leang-Leang (Maros-Pangkajene) muncul di Sulawesi Selatan.
  • 7000 SM - Kebudayaan Muna muncul di Sulawesi Tenggara.
  • 6000 SM - Kebudayaan Minahasa muncul di Sulawesi Utara.
  • 5000 SM - Kebudayaan Moronene muncul di Sulawesi Tenggara. Kebudayaan Toala muncul menggantikan kebudayaan Leang-Leang.
  • 3000 SM - Kebudayaan Toraja dan Topongko (Wotu) diperkirakan muncul di Sulawesi Selatan. Kebudayaan Pamona (Poso-Sigi) dan Banawa (Donggala-Parigi) muncul di Sulawesi Tengah. Kebudayaan Mandar muncul di Sulawesi Barat.
  • 2000 SM - Kebudayaan Tolaki muncul di Sulawesi Tenggara, hidup berdampingan dengan masyarakat Moronene yang telah eksis sebelumnya.


Abad 2-12:



  • 200 - Arca Buddha Sampaga. Peradaban awal mulai berkembang di pesisir barat Mamuju, Sulawesi Barat. Agama Buddha diperkirakan turut serta menyebar, kemungkinan dibawa oleh wangsa Satawahana dari India, dilihat dari kemiripan antara arca Sampaga dengan arca peninggalan wangsa tersebut. Peradaban Padangguni diperkirakan muncul di Kendari, Sulawesi Tenggara.  Kebudayaan Tolaiwoi dan Tounenapo muncul di Kolaka. Kebudayaan Topongko terpecah menjadi dua, Toluwu (Toliu) di pesisir dan Toriu di pedalaman.
  • 400 - Teluk Gorontalo kuno lenyap akibat pendangkalan berkepanjangan. Akibatnya, manusia mulai menempati daratan baru bekas teluk purba tersebut. Kebudayaan maju pun muncul di daerah itu, yakni Pidodotiya di Limboto-Gorontalo dan Witohiya di Bone Bolango.
  • 500 - Kebudayaan Pidodotiya dan Witohiya menggabungkan diri menjadi peradaban Suwawa. Ayudugiya menjadi pemimpin pertama peradaban tersebut. Kebudayaan Toala kemungkinan digantikan oleh Tougi (Bugis). Padangguni diperkirakan berkembang menjadi kerajaan. Di masa yang sama, kemungkinan tiga negeri Tolaki kuno lain turut muncul, yakni Wawolesea, Besulutu, dan Tambosupa.
  • 600 - Kebudayaan Toluwu berkembang menjadi peradaban Luwu. Kebudayaan Loinang (Saluan-Togean) diperkirakan muncul di Sulawesi Timur. Toraja kemungkinan juga telah berkembang menjadi peradaban awal.
  • 670 - Prasasti Pinawetengan. Minahasa berkembang menjadi peradaban, melalui musyawarah antara para anak-anak suku di Minahasa yang sepakat berdamai dan membentuk suatu peradaban awal berbentuk konfederasi suku (Pakasa'na).
  • 700 - Suwawa berkembang menjadi kerajaan. Kebudayaan maju diperkirakan muncul di kepulauan Banggai.
  • 800 -  Kebudayaan Banggai berkembang menjadi peradaban awal.
  • 900 - Melalui bantuan Kerajaan Sriwijaya, Luwu berkembang menjadi sebuah negara berbentuk kedatuan. Batara Guru (putra sulung pangeran I Lapuangge Lebba' dari Luwu dengan putri Palinge' Mutia dari Sriwijaya) menobatkan diri sebagai penguasa pertamanya. Di bawah pemerintahannya, Luwu semakin mempererat hubungannya dengan Sriwijaya yang merupakan negara terkuat di Asia Tenggara kala itu. Para bangsawan Bugis dan Luwu memanggil kerajaan ini dengan julukan 'Senrijawa'. Kira-kira di masa yang sama, dua kerajaan lain kemungkinan turut muncul, bernama Wewang Nriwuk (di Makassar-Bugis) dan Tompotika (di Kolaka-Banggai). Namun keduanya dianggap sebagai kerajaan semi-mitologi, karena hanya disebutkan dalam naskah epos I La Galigo. Meskipun Tompotika masih eksis sebagai sebuah nama kerajaan yang berpusat di Bualemo (Banggai Darat), Sulawesi Timur hingga abad ke-16. Padangguni menaklukkan negeri-negeri Tolaki di sekitarnya, mempersatukan sebagian besar daratan Sulawesi Tenggara ke dalam kekuasaannya.
  • 948 - Batara Lattu naik tahta sebagai Datu Luwu. Putranya, Sawerigading, mengadakan pengembaraan laut ke berbagai daerah di seluruh Nusantara, bahkan juga dipercaya telah mengunjungi Kekaisaran Cina.. Padangguni berganti nama menjadi Konawe. Ratu Wekoila dilantik sebagai penguasa pertamanya dengan gelar Mokole I. Ia menempatkan ibukota kerajaannya di Unaaha.
  • 1000 - Luwu mulai memasuki masa kejayaannya, dimana wilayah kekuasaannya sejak tahun ini diperkirakan telah meliputi sebagian besar Sulawesi, menaungi tanah Poso, Banawa, Mamuju, Bugis, Kolaka, Bungku, Morowali, dan Moronene. Kerajaan Siang diperkirakan berdiri di Pangkajene, menguasai tanah Makassar serta kepulauan Pangkajene dan Selayar. Perjanjian Bocco Tallu. Pembentukan tiga kerajaan di Lita' Mandar, yakni Allu', Sendana, dan Taramanuq menjadi sebuah persekutuan yang bersatu.
  • 1019 - Ketomundoan Buko dan Bulagi berdiri di pulau Peling, Banggai Kepulauan. Tumba Pande dilantik sebagai Tomundo (Raja) pertama di Bulagi.
  • 1100 - Kemungkinan sejak tahun ini wilayah kekuasaan Siang telah mencapai daerah pesisir Barru di utara Pangkajene. Kerajaan ini pun mulai memasuki masa kejayaannya. Serangkaian kerajaan kecil muncul di Sulawesi Timur, yakni di Banggai Darat (Motiandok, Balalowa, Gori-Gori), Banggai Kepulauan (Bongganan, serta Sisipan, Lipotomundo, Kadupadang, Salaup, Peling; bersatu menjadi Persekutuan Liang-Peling), dan Banggai Laut (Babolau, Kokini, Katapean, Singgolok; bersatu menjadi Persekutuan Tano Bolukan). Kerajaan Tabulahan diperkirakan berdiri di Mandar. Peradaban Wawuno Liwu (Delapan Kampung) diperkirakan muncul di pulau Muna.
  • 1178 - Negeri-negeri di Banggai dipersatukan menjadi koloni dari Kerajaan Kediri dari Jawa, berdasarkan buku catatan Lingwai Taita dan Zhu Fan Zhi dari syahbandar Dinasti Sung Cina, yang berisi laporan mengenai negeri-negeri di Asia Tenggara saat itu. Dalam kedua buku tersebut, Banggai dikenal dengan julukan 'P'ing-ya-yi'.
  • 1200 - Lasattung Pogi mendirikan kedatuan Cina Pammana di Wajo. Kekaraengan Bantaeng berdiri di ujung selatan Sulawesi Selatan. Serangkaian kerajaan kecil diperkirakan muncul di pulau Buton (Butuni/Butung), yakni Todanga, Batauga, Wabula, dan Kamaru. Perjanjian Sibunoang. Pembaharuan perjanjian Bocco Tallu sebagai pengingat dan pegangan bagi rakyat dan pemimpin ketiga kerajaan Mandar yang bersekutu.


Abad 13:



  • 1220 - Kerajaan Banawa Lama (Pujananti) diperkirakan berdiri di Donggala, Sulawesi Tengah.
  • 1222 - Negeri-negeri di Banggai berganti menjadi koloni Kerajaan Tumapel (Singhasari), setelah pusat Kediri di Jawa Timur jatuh ke tangan Ken Arok, penguasa Tumapel.
  • 1235 - Karaeng Mangkasara mendirikan Kekaraengan Tallo di Makassar. Ia naik tahta dengan gelar Makkadae Daeng Manrangka Karaeng Mangkasara Somba Tallo I. Ia melepaskan diri dari hegemoni Siang, kemudian mengadakan ekspansi wilayah ke sepanjang pesisir Takalar dan Jeneponto, serta kepulauan Selayar dan Pangkajene.
  • 1236 - Mia Patamiana (Empat Manusia Awal), konon merupakan sekelompok bangsawan Melayu asal Johor, Pasai, dan Pariaman bernama Sipanjonga, Simalui, Sitamanajo, dan Sijawangkati, tiba di Buton. Mereka mendirikan suatu konfederasi empat wilayah (Patalimbona) bernama negeri Wolio. Kekuasaannya terbentang dari Muna bagian selatan hingga ujung timur Buton di Baluwu, dengan Bau-Bau sebagai pusat pemerintahannya.
  • 1254 - Tumapel berganti nama menjadi Singhasari.
  • 1268 - Datu Simpurusiang naik tahta di Luwu.
  • 1293 - Negeri-negeri di Banggai berganti menjadi bawahan Kerajaan Majapahit, setelah Singhasari hancur akibat pemberontakan Kediri dan serangan bangsa Mongol. Dalam perang melawan Majapahit, pasukan Mongol mengalami kekalahan dan terpaksa mundur kembali ke kota Khanbaliq (pusat pemerintahan Kekaisaran Yuan-Mongol di Tiongkok). Namun, satu armada Mongol pimpinan Panglima Kau Hsing (Gao Xing) justru berlayar ke arah timur. Armada ini mendarat di pulau Buton. Di sini, Kau Hsing mendirikan sebuah kerajaan bernama Tobe-Tobe, dan menobatkan dirinya sebagai penguasa dengan nama Dungku Cangia. Datu Anakaji naik tahta di Luwu.
  • 1295 - Kerajaan Tampungan Lawo berdiri di Sangihe, Sulawesi Utara. Didirikan oleh seorang bangsawan Sangil asal Cotabato, Mindanao bernama Gumansalangi, kekuasannya terbentang dari Mindanao Selatan, Sarangani, Talaud, Mahengateng, Sitaro, dan pulau-pulau sekitarnya, dengan Sangihe sebagai pusatnya. Gumansalangi mengangkat dirinya sebagai Kulano (Raja) dan menjalin hubungan diplomatik dengan Kerajaan Gapi (Ternate/Taranati) di Maluku Utara.
  • 1300 - La Paukke, seorang pangeran Cina Pammana mendirikan Kerajaan Cinnotabi sebagai bawahan Cina. Kerajaan Mekongga dan Soppeng diperkirakan berdiri, melepaskan diri dari Luwu. Kawasan Moronene kemungkinan juga turut lepas dari Luwu. Peradaban Minahasa melebarkan pengaruhnya ke daerah Mongondow di barat. Suatu konfederasi bernama Bate Salapang (Sembilang Kasuwiang) diperkirakan muncul di Butta Mangkasara, merupakan cikal bakal dari Kekaraengan Gowa. Kerajaan Buayan berdiri di Mindanao, lepas dari Tampungan Lawo.


Abad 14:



  • 1320 - Kekaraengan Gowa berdiri di Butta Mangkasara, sebagai hasil musyawarah dari para pemimpin Bate Salapang. Ratu Tomanurung Baine dilantik sebagai penguasa pertamanya, yang kemudian menikah dengan seorang bangsawan Bajau asal Bantaeng bernama Karaeng Bayo. Sang Karaeng tiba di Gowa bersama Lakipadada, sahabatnya yang kemudian pergi ke pedalaman Toraja, dimana ia diangkat sebagai salah seorang pemimpin di sana. Raja Mooduto naik tahta di Suwawa, setelah menyingkirkan kakaknya, Pulumoduyon. Sang kakak yang kecewa pun merantau ke timur. Di sana, ia mendirikan sebuah kerajaan bernama Bolaang Mongondow, yang di kemudian hari mendatangkan malapetaka bagi Suwawa.
  • 1326 - Kerajaan Bone diperkirakan berdiri di Tana Ugi (Bugis), sebagai penyatuan dari tujuh wanua (desa) yang sebelumnya saling berseteru yakni Tanete Riatang, Tanete Riawang, Ta', Tibojong, Macege, Ponceng, dan Ujung. Manurungnge ri Matajang (Matasilompoe) dilantik sebagai Arumpone (Raja Bone) pertama yang memimpin negeri tersebut. Kerajaan Limboto muncul di Gorontalo, melepaskan diri dari Suwawa.
  • 1330 - Datu Tampa Balusu naik tahta di Luwu. Kerajaan Atinggola, Kaidipang, dan Bintauna berdiri di Sulawesi Utara, memerdekakan diri dari Suwawa.
  • 1332 - Para penguasa Melayu di Wolio, bersama dengan Dungku Cangia dan para pemimpin lokal lain di pulau Buton, bersatu membentuk sebuah kerajaan bernama Buton. Ratu Wa Kaa Kaa dilantik sebagai penguasa pertama negeri tersebut. Kemungkinan kepulauan Wakatobi (Tukangbesi) telah diintegrasikan ke dalam kekuasaan Buton sejak tahun ini.
  • 1338 - Ratu Wa Kaa Kaa menikah dengan Sibatara, seorang pangeran Jawa yang konon merupakan putra dari Raden Wijaya, pendiri Kerajaan Majapahit. Keduanya pun bersama-sama memerintah Kerajaan Buton, secara tak langsung telah menempatkan negeri tersebut ke dalam lingkup pengaruh Majapahit.
  • 1345 - Tumasalangga Baraya naik tahta sebagai Karaeng Gowa II.
  • 1350 - Raja Mooduto menikah dengan Putri Rawe, seorang putri Bugis asal Luwu yang merantau ke Sinandaha di kawasan dataran tinggi Bangio. Pernikahan ini menjadi awal asimilasi antara suku Suwawa dan Bugis. Raja Mooduto menghadiahkan tanah Tinonggihia di Suwawa Selatan kepada istrinya. Di sini, sang Putri mendirikan kerajaan mandiri bernama Bone-Suwawa.
  • 1355 - Kulano Melintangnusa naik tahta di Tampungan Lawo.
  • 1357 - Majapahit mengadakan ekspedisi ke Sumbawa dan Sulawesi, mendirikan koloni di wilayah-wilayah tersebut. Dengan armada berjumlah sekitar 3000 orang prajurit di bawah pimpinan Laksamana Nala, kerajaan ini menundukkan Selayar, Bantaeng, dan Makassar (Tallo) sebagai negara bawahannya. Majapahit kemudian juga menjalin hubungan diplomatik dengan kedatuan Luwu, ditandai dengan pernikahan seorang putri Jawa dengan seorang pangeran Luwu. Keduanya juga menjalin hubungan dagang yang saling menguntungkan, dimana Luwu yang terkenal dengan komoditas besi dan keris, menjadi pemasok utama kedua barang tersebut kepada Majapahit yang membutuhkannya dalam jumlah besar.
  • 1358 - Arumpone La Umassa Petta Panre Bessie (Matinroe ri Bengo) naik tahta di Bone.
  • 1365 - Datu Tanra Balusu naik tahta di Luwu. Kepulauan Sitaro, Sangihe, dan Talaud diperkirakan jatuh ke tangan Majapahit, yang menyatukan ketiga kepulauan tersebut menjadi sebuah koloni bernama Udamakatraya. Hal ini kemungkinan membuat Tampungan Lawo, yang beribukota di Sangihe, memindahkan pusat pemerintahannya ke Mindanao.
  • 1369 - Majapahit meninggalkan Udamakatraya, yang kemudian direbut kembali oleh Tampungan Lawo.
  • 1370 - Kerajaan Suppa, Sawitto, Alitta (cikal bakal federasi Ajatappareng) dan Sidenreng (cikal bakal federasi Massenrempulu) berdiri di Pinrang, Sulawesi Selatan, melepaskan diri dari Luwu. Karaeng Puang Loe Lembang naik tahta di Gowa.
  • 1371 - Kerajaan Muna dan Tiworo berdiri di pulau Muna, dimana Muna menjadi penguasa selat Muna, Muna Tengah, dan Buton Utara, sementara Tiworo menguasai selat Tiworo dan Muna Utara.
  • 1380 - Kerajaan Buol berdiri di Sulawesi Tengah, memerdekakan diri dari Suwawa.
  • 1385 - Matanotingga mendirikan Kerajaan Gorontalo (Hulontalo), merdeka dari Suwawa.
  • 1395 - Karaeng Tuniata Tanri naik tahta di Gowa.
  • 1399 - Kerajaan Wajo berdiri di Sulawesi Selatan, menggantikan kedudukan Cinnotabi, dan kemungkinan masih tetap menjadi bawahan Cina Pammana. La Tenribali diangkat sebagai penguasa pertamanya dengan gelar Batara Wajo. Kerajaan Bowontehu (Bawontehu/Babontehu) berdiri di Manado, Sulawesi Utara. Negeri ini berhasil menguasai Toli-Toli dan menjadikan Buol sebagai bawahannya.
  • 1400 - Punu' Mokodoludut naik tahta di Bolaang Mongondow. Kerajaan Bungku (Tombuku/Tobungku) diperkirakan berdiri di Sulawesi Timur. Marhum Sangiang Kinambuka dinobatkan sebagai penguasa pertama negeri tersebut. Kerajaan Passokkorang diperkirakan muncul di Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Kerajaan Tampungan Lawo di Sangihe terpecah menjadi dua negara, yakni Sahabe (Lumango) di utara, dan Manuwo (Salurang) di selatan. Sahabe dan Manuwo hidup berdampingan hingga lebih dari 100 tahun kemudian.


Abad 15:



  • 1402 - Datu Toampanangi naik tahta di Luwu.
  • 1411 - Kerajaan Banawa kemungkinan menjadi bawahan Kesultanan Brunei dari Borneo. Sebuah arsip sejarah Brunei (Syair Awang Semaun) menyebut daerah Oti di Sindue, Donggala (diperkirakan merupakan pusat pemerintahan Banawa saat itu) sebagai salah satu wilayah yang tunduk pada Brunei. Sebelumnya Brunei telah berhasil memerdekakan diri dari Majapahit dan melancarkan ekspansi ke seantero pulau besar Borneo/Kalimantan, menguasai sebagian besar kerajaan pesisir yang ada di pulau tersebut.
  • 1415 - Bancapatola (Bataraguru) naik tahta di Buton. Ia mengadakan kunjungan ke negeri leluhurnya, Majapahit, namun sempat tidak diakui sebagai anggota keluarga kerajaan tersebut. Setelah diakui, ia diperkenankan tinggal di keraton Majapahit selama 1 tahun, sebelum pulang kembali ke Buton.
  • 1420 - Karampang ri Gowa naik tahta sebagai Karaeng Gowa.
  • 1424 - Arumpone La Saliyu Korampeluwa (Pasadowakki) naik tahta di Bone.
  • 1426 - Batara Guru II naik tahta di Luwu.
  • 1427 - Keruntuhan Suwawa. Bolaang Mongondow yang telah menguasai sebagian besar daratan Sulawesi Utara, melancarkan invasi terhadap Suwawa. Pertempuran besar terjadi di desa Pinogu yang berakhir dengan tewasnya Raja Mooduto. Suwawa pun takluk pada Bolaang Mongondow.
  • 1445 - Tunatangka Lopi naik tahta sebagai Karaeng Gowa. Ia membagi kerajaannya menjadi dua, masing-masing untuk kedua orang putranya (Batara Gowa dan Karaeng Loe ri Sero) yang sama-sama ingin menjadi raja. Batara Gowa diangkat sebagai Raja Muda Gowa dengan kekuasaan mencakup 6 gallarang (provinsi/distrik), sedangkan Karaeng Loe ri Sero dinobatkan sebagai penguasa di Makassar dengan kekuasaan mencakup 4 gallarang. Wilayah Marusu di Maros kemudian ikut menggabungkan diri dengan Karaeng Loe ri Sero.
  • 1458 - Datu La Mariawa naik tahta di Luwu.
  • 1460 - Karaeng Tunatangka Lopi wafat. Perang saudara Gowa dimulai. Batara Gowa yang baru saja dinobatkan sebagai Karaeng Gowa menggantikan ayahnya, melancarkan serangan ke wilayah kekuasaan adiknya di Makassar. Konon, Karaeng Loe ri Sero mengungsi ke Jawa dan meminta perlindungan pada Majapahit. Namun, tak lama kemudian, Batara Gowa wafat tanpa sebab yang jelas. Karaeng Loe ri Sero pun pulang kembali ke Makassar, menyatukan kembali Kekaraengan Gowa. Atas usul salah satu gallarangnya, ia memindahkan pusat pemerintahan ke daerah Campagaya. Punu' Yayubangkay naik tahta di Bolaang Mongondow.
  • 1465 - Datu Risaolebbi naik tahta di Luwu.
  • 1469 - La Patteddungi Tosamallangi naik tahta sebagai Batara Wajo III. Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Wajo mengalami masa kegelapan akibat tabiat sang Batara yang bejat sehingga dibenci oleh rakyatnya.
  • 1474 - Batara Wajo III dipaksa turun tahta oleh rakyatnya yang telah kehilangan kesabaran. Sang Batara pun dijatuhi hukuman mati. La Palewo To Palippung kemudian naik tahta menggantikannya, dinobatkan dengan gelar Arung Matoa Wajo I. Sejak saat itulah, gelar Batara (monarki absolut) diganti dengan Arung Matoa (monarki konstitusional).
  • 1476 - Perjanjian Lappaddeppa. Deklarasi kemerdekaan Kerajaan Wajo dari Cina Pammana.
  • 1480 - Punu' Damopolii naik tahta di Bolaang Mongondow.
  • 1481 - La Obbi Settiriware naik tahta sebagai Arung Matoa Wajo II.
  • 1485 - Kerajaan Donggala berdiri menggantikan kedudukan Banawa. Ratu I Badan Tassa Batari Bana dinobatkan sebagai penguasa pertama kerajaan tersebut. Negeri ini kemungkinan tetap berada di bawah naungan Brunei, karena di tahun yang sama Sultan Bolkiah, penguasa terbesar Brunei, naik tahta di kesultanan itu.
  • 1486 - La Tenriumpu To Langi naik tahta sebagai Arung Matoa Wajo III.
  • 1488 - Lakilaponto lahir di Muna.
  • 1490 - Karaeng Loe ri Sero wafat. Putranya, Samarluka Tunilabu ri Suriwa naik tahta menggantikannya sebagai Karaeng Tallo. Ia memimpin ekspedisi militer untuk menaklukkan pulau Flores, namun gagal karena armadanya dihancurkan oleh Raja Polongbangkeng di Selayar. Sang Karaeng itu sendiri turut tewas dalam serangan tersebut. Kemungkinan sejak tahun ini pula, negeri-negeri di Sulawesi Selatan (Tallo, Bantaeng, dan Selayar) telah melepaskan diri dari hegemoni Majapahit. Persekutuan Appe Banua Kaiyyang diperkirakan berdiri di Polewali Mandar, merupakan sebuah federasi dari empat kerajaan bernama Napo, Samasundu, Mosso, dan Todang-Todang. Bersama dengan Bocco Tallu, persekutuan ini kemudian terlibat konflik berkepanjangan dengan Passokkorang. Arumpone La Tenri Sukki Mappajungnge naik tahta di Bone. Raja Lalogani naik tahta di Tompotika.
  • 1491 - La Tadampere Puang Rimanggalatung naik tahta sebagai Arung Matoa Wajo IV. Ia berhasil memperluas wilayah Wajo hingga Mampu, Soppeng, dan Lamuru, dimana ketiganya menggabungkan diri dengan sukarela. Sejak masa pemerintahannya pula, Wajo telah menjadi 'anak' dari kedatuan Luwu, yakni negara bawahan yang diperlakukan khusus oleh 'ibu' alias negara induk, yakni Luwu. Hubungan ini ditegaskan dalam suatu persetujuan bernama Perjanjian Topaceddo. Cina Pammana juga diperkirakan telah dilebur ke dalam Kerajaan Wajo sejak tahun ini.
  • 1496 - Arumpone We Banrigau Daeng Marawa (Malajangnge ri Cina) naik tahta di Bone. Ia merupakan wanita pertama yang menjadi penguasa kerajaan tersebut.
  • 1500 - Kerajaan Manado berdiri menggantikan Bowontehu. Kekuasaan Bowontehu di Buol dan Toli-Toli pun turut jatuh ke tangan Manado. Tiga kerajaan diperkirakan berdiri di Bumi Manakarra (Mamuju), yakni Kurri-Kurri, Langgamonar, dan Managalang. Kerajaan Porodisa muncul di Talaud sebagai bawahan Sahabe.


Abad 16:



  • 1507 - Datu Dewaraja (Maningoe' ri Bajo) naik tahta di Luwu. Ia memimpin penaklukan terhadap Sidenreng dan Cenrana. Melalui bantuan Wajo, kedua daerah itu pun sukses dianeksasi oleh Luwu. Atas hal ini, Datu Dewaraja menghadiahkan Larompong kepada Arung Matoa Wajo.
  • 1510 - Karaeng Tumapa'risi Kallonna (Daeng Matanre Karaeng Mangnguntungi, putra Karaeng Batara Gowa) naik tahta di Gowa. Ia berhasil menjadikan negeri tetangganya, Kekaraengan Tallo sebagai bawahannya. Kerajaan Siau berdiri di kepulauan Sitaro, memerdekakan diri dari Manuwo. Punu' Busisi naik tahta di Bolaang Mongondow.
  • 1511 - Jatuhnya kota Malaka ke tangan Portugal, menandai titik awal dimulainya kolonialisme Eropa di Nusantara. Kesultanan Ternate dari Maluku Utara memulai kampanye perluasan wilayah. Di bawah pimpinan Samarau Tomagola dan Tomaito, armada Ternate berturut-turut menaklukkan Sula, Buru, dan Ambon. Sultan Ternate, Bayanullah kemudian melantik keduanya sebagai Salahakan (gubernur) di sana. Samarau sebagai salahakan di Ambon-Buru, dan Tomaito sebagai salahakan di Sula.
  • 1512 - Gowa berturut-turut menaklukkan negeri-negeri di jazirah Butta Mangkasara, di antaranya Siang, Bulukumba, Galesong, Tanete, Panaikang, Polongbangkeng, dan Selayar. Banggai dan Buton, dua negeri bawahan Majapahit terakhir di Sulawesi diperkirakan telah melepaskan diri sejak tahun ini. Ekspedisi pertama bangsa Portugis ke Nusantara timur di bawah pimpinan Antonio de Abreu dan Francisco Serrao. Masing-masing tiba di Banda dan Ambon. Serrao kemudian dijemput oleh Sultan Bayanullah ke Ternate, lalu diangkat sebagai penasihat pribadinya. Keduanya menandatangani persetujuan aliansi Portugal-Ternate. Sultan Bayanullah juga memberikan hak monopoli dagang kepada bangsa Portugis.
  • 1515 - Pembangunan benteng Sanrobone di Takalar. Kesultanan Maguindanao berdiri di Mindanao, menyisakan daerah Sarangani dan Dabaw (Davao) di bagian selatan pulau tersebut sebagai kekuasaan yang tersisa dari Kerajaan Sahabe di Sangihe.
  • 1516 - Arumpone La Tenrisukki naik tahta di Bone. Perang Luwu-Bone. Luwu menggempur Bone dan pertempuran pecah di Cellu (pesisir timur negara Bone). Untuk mengelabui pasukan Luwu, Bone mengirim satu resimen pasukan perempuan untuk menghadang mereka, sementara resimen utama yang terdiri dari para pria dengan jumlah yang lebih besar akan menyerang pasukan Luwu dari belakang dengan diam-diam. Strategi ini berhasil. Laskar perempuan Bone sukses membuat para prajurit Luwu lengah dan terkelabui, hingga tak menyadari adanya pasukan Bugis lain yang lebih besar yang menyergap mereka dari belakang. Pasukan Luwu pun berhasil dipukul mundur. Perang berakhir pasca kedua pemimpin negara tersebut memutuskan untuk mengadakan perjanjian perdamaian.
  • 1517 - Kerajaan Parigi berdiri di Parigi Moutong, Sulawesi Tengah. Mukagero dilantik sebagai Magau (Raja) pertamanya.
  • 1520 - Kerajaan Balanipa berdiri di Polewali Mandar, merupakan penyatuan dari Persekutuan Appe Banua Kaiyyang. I Manyambungi, seorang panglima perang Mandar dari Gowa dilantik sebagai penguasa pertama yang memimpin negeri tersebut dengan gelar Todilaling. Perjanjian Tamajarra I. Tallo melepaskan diri dari hegemoni Gowa. Karaeng Kallona pun membalas dengan menyerang negeri itu kembali, sehingga dimulailah perang Gowa-Tallo hingga beberapa tahun berikutnya.
  • 1521 - Balanipa memulai penyerangan terhadap Passokkorang, namun mengalami kegagalan. Tallo merebut Makassar dari Gowa. Donggala kemungkinan besar melepaskan diri dari Brunei, pasca wafatnya Sultan Bolkiah. Diwakili oleh ekspedisi keliling dunia Ferdinand Magellan, bangsa Spanyol tiba di Sulawesi Utara untuk pertama kalinya, mengunjungi Kerajaan Manado dan Minahasa.
  • 1522 - Portugal mengirim ekspedisi keduanya ke Nusantara timur, kali ini di bawah pimpinan Antonio de Brito. Armadanya mengunjungi Banda, Ternate, dan Ambon, kemudian mendirikan benteng pertamanya di Hitu, Ambon. Maka dimulailah pendudukan bangsa Eropa di Nusantara timur. Dari Ambon, Portugis kemudian melebarkan pengaruhnya ke Hoamoal (Seram Barat), Buru, dan Sula, mendirikan benteng di tiap daerah tersebut. Wilayah-wilayah itu pun jatuh ke tangan bangsa Portugis. Antonio de Brito dilantik sebagai Gubernur Portugis pertama di Maluku, bermarkas di Ambon.
  • 1524 - La Tenripakado To Nampe naik tahta sebagai Arung Matoa Wajo V.
  • 1525 - Datu Dewaraja wafat. Adiknya, Datu Sanggaria naik tahta menggantikannya sebagai Datu Luwu. Gowa merebut Makassar dari Tallo, kemudian memulai pembangunan benteng Somba Opu di sebuah daerah yang bernama sama. Garcia Henriquez dilantik sebagai Gubernur Portugis di Maluku.
  • 1526 - Perang Cenrana. Gowa yang beraliansi dengan Bone mengumumkan perang terhadap Luwu. Pasukan Gowa-Bone berhasil menduduki Cenrana, Soppeng, dan Lamuru. Soppeng dibebaskan menjadi negara merdeka kembali, sementara Bone mendapatkan kembali wilayahnya yang telah dikuasai Wajo sejak 1491.
  • 1527 - Perang Luwu-Wajo I. Wajo diserang oleh Luwu yang kecewa dan marah karena negeri itu tak mengirim pasukan bantuan dalam Perang Cenrana. Perang berakhir setelah pasukan Luwu berhasil merebut kembali Larompong. Jorge de Menezes dilantik sebagai Gubernur Portugis di Maluku. Ia menjalin hubungan yang sangat erat dengan Raja Muda Ternate, Taruwese. Keduanya bersama-sama menggempur Tidore yang bersekutu dengan Spanyol, namun mengalami kegagalan.
  • 1528 - Lahirnya Kerajaan Makassar (Gowa-Tallo). Perang Gowa-Tallo berakhir setelah berlangsung selama 8 tahun. Karaeng Kallonna berhasil menyatukan kedua negeri itu kembali, menjadi sebuah kekaraengan bersatu, yang dikenal sebagai 'Kerajaan Makassar'. Pemimpin kedua negara itu mengadakan kesepakatan Rua Karaeng Se're Ata (dua raja, satu hamba), dimana Karaeng Gowa menjabat sebagai Raja, dan Karaeng Tallo menjabat sebagai Mangkubumi (Perdana Menteri). Bone merebut Mampu dari Wajo.
  • 1529 - Ternate (bersama Jailolo dan Loloda yang merupakan bawahannya kala itu) tampaknya telah menjadi negara bawahan (vasal) Portugal sejak tahun ini. Sultan Ternate saat itu, Deyalo (Hidayat) baru saja dikudeta oleh Raja Muda Taruwese yang sangat akrab dengan Gubernur de Menezes. Deyalo mengungsi ke negara pamannya, Tidore, dan menjadi buron Portugis. Taruwese dan orang-orang Portugis kemudian melantik adik Deyalo, Boheyat (Abu Hayat) sebagai Sultan Ternate yang baru.
  • 1530 - Taruwese tewas dibunuh oleh rakyat Ternate yang bekerjasama dengan de Menezes, setelah hubungan keduanya retak akibat orang-orang Portugis mulai mencampuri urusan internal keraton Ternate. Gubernur Jorge de Menezes kemudian digantikan oleh Gonzalo Pereira. Kerajaan Sahabe dan Manuwo di Sangihe dipersatukan kembali oleh Makaampo Wawengehe. Ia kemudian mengangkat dirinya sebagai Raja dengan gelar Don Makaampo, dan memberi nama negerinya sebagai Kerajaan Rimpulaeng.
  • 1531 - Gonzalo Pereira tewas dibunuh dalam suatu konspirasi oleh anak buahnya sendiri, orang-orang Portugis dan kawan Ternate mereka. Namun, pihak Portugal menuduh Sultan Boheyat ikut berkomplot dan memenjarakannya.
  • 1532 - Perang Makassar-Luwu. Gowa-Tallo yang masih beraliansi dengan Bone kembali mengobarkan perang terhadap Luwu. Pasukan Makassar dan Bugis dipimpin langsung oleh putra mahkota Gowa, Karaeng Tunipallangga. Vincente da Fonceca dilantik sebagai Gubernur Portugis di Maluku. Ia membebaskan Sultan Boheyat dan mengangkatnya kembali sebagai Sultan Ternate. Namun tak sampai setahun, ia dilengserkan oleh rakyatnya sendiri karena memerintah dengan represif. Ia ditangkap dan diasingkan ke Malaka, tempatnya meninggal. Andres de Urdanette dari Spanyol mengunjungi Banggai, setelah sebelumnya singgah di Jailolo.
  • 1533 - Perang Makassar-Luwu berakhir. Aliansi Makassar-Bone berhasil menaklukkan ware' (ibukota) kedatuan Luwu, kota Palopo. Luwu pun bersedia menyerah dan membebaskan Sidenreng. Sementara Wajo, yang kembali bersikap netral dalam perang ini, memilih lepas kembali menjadi negara independen. Tabariji, saudara tiri Deyalo dan Boheyat dinobatkan sebagai Sultan Ternate oleh da Fonceca.
  • 1534 - Perang Luwu-Wajo II. Luwu, yang sangat marah terhadap Wajo, meminta Makassar dan Bone untuk membantunya melancarkan serangan hukuman terhadap negeri tersebut. Makassar pun mengirim pasukan yang kembali dipimpin Karaeng Tunipallangga, sementara Datu Luwu dan Arumpone Bone memimpin langsung pasukan dari negeri mereka masing-masing. Namun, Bone diam-diam membelot pada Wajo. Pertempuran besar pecah di Topaceddo, dimana laskar Wajo sukses menghalau dan memukul mundur pasukan besar Makassar-Luwu, melalui bantuan Bone tentunya. Perang berakhir dengan perjanjian damai, setelah sebelumnya pasukan Luwu telah berhasil merebut kota pelabuhan Siwa (Pitumpanua) dari Wajo. Wajo kemudian terus menjalin hubungan baik dengan Bone, namun hal ini segera diketahui oleh Makassar karena diberitahu oleh seorang Wajo yang membelot. Akibatnya, Bone merebut beberapa daerah kekuasaan Wajo di selatan yakni Baringeng, Cinnong, dan Jampu. Sementara Makassar kemungkinan telah mengakhiri aliansinya dengan Bone sejak tahun ini. Tristao de Ataide dilantik sebagai Gubernur Portugis di Maluku. Selagi menjabat, ia melakukan banyak tindakan keji dan tiranik terhadap para bangsawan dan rakyat Maluku, terutama di Ternate dan Jailolo.
  • 1535 - Arung Matoa La Temmasonge naik tahta di Wajo. Khairun Jamil dilantik sebagai Sultan Ternate menggantikan Tabariji, yang ditangkap dan dikirim ke Goa Portugis di India Barat untuk diadili karena dituduh berkhianat oleh de Ataide. Di tahun yang sama, de Ataide menyerang Jailolo yang bersekutu dengan Spanyol. Namun, pasukannya dapat dipukul mundur oleh rakyat Jailolo yang marah dan menuntut agar menobatkan Deyalo kembali sebagai pemimpin Ternate. Rakyat yang marah melampiaskannya dengan menyerbu Ternate, Tidore, Moti, Makian, Kasiruta, hingga Bacan. Konon, seluruh kota Ternate dibakar habis, kemudian ditinggalkan begitu saja. Magau Boga naik tahta di Parigi.
  • 1537 - Antonio Galvao dilantik sebagai Gubernur Portugis di Maluku.
  • 1538 - Lakilaponto dinobatkan sebagai Sultan Buton dengan gelar Sultan Murhum. Kerajaan itu pun berevolusi menjadi kesultanan. Konon, pelantikan Lakilaponto mendapat persetujuan langsung dari Khalifah Islam di Istanbul. Sultan Murhum berhasil menyatukan sebagian besar kerajaan di jazirah Sulawesi Tenggara ke dalam naungan Kesultanan Buton, yakni Muna, Tiworo, Kulisusu, Mekongga, Moronene. Arung Matoa La Warani To Temmagiang naik tahta di Wajo.
  • 1540 - Makassar menaklukkan Bantaeng. Kurri-Kurri, Langgamonar, dan Managalang bersatu membentuk satu kerajaan bernama Mamuju. Melalui bantuan dakwah Ternate, Buol berevolusi menjadi negara Islam. Eato Mohammad Tahir dinobatkan sebagai penguasa Muslim pertama di kerajaan tersebut. Punu' Makalalo naik tahta di Bolaang Mongondow.
  • 1541 - Datu Sanggaria wafat. Datu Tosangkawana naik tahta menggantikannya sebagai Datu Luwu.
  • 1542 - Antonio de Paiva, seorang pedagang Portugis mengunjungi Sulawesi untuk mencari kayu cendana. Ia singgah di beberapa kota penting, di antaranya Siang (Pangkajene), Suppa, dan Gowa (Sombaopu).
  • 1543 - Arumpone La Uliyo Bote'e (Matinroe ri Itterung) naik tahta di Bone. Perang saudara Wajo. Arung Matoa Wajo berkonflik dengan penguasa Wajo Riaja (raja bawahan di Wajo pedalaman), Arung Palippu yang menolak tunduk padanya. Perpecahan terus berlangsung hingga 3 tahun kemudian.
  • 1544 - Arung Matoa La Mappapuli Massaoloccie naik tahta di Wajo.
  • 1545 - Pembangunan benteng Ujung Pandang dan Ujung Tanah di Makassar.
  • 1546 - Karaeng Tunipallangga naik tahta di Makassar. Mengikuti kesuksesan karirnya sebagai seorang panglima militer yang handal, ia mempelopori kampanye penaklukan terhadap negeri-negeri di luar jazirah Sulawesi Selatan. Negeri-negeri Kaili di Sulawesi Tengah seperti Donggala dan Sigi menjadi daerah pertama yang berhasil ditaklukkan. Makassar juga menaklukkan Toli-Toli, yang kala itu masuk dalam kekuasaan Manado. Sang Karaeng juga mulai mengincar tiga kerajaan Bugis (Bone-Wajo-Soppeng) sebagai sasaran penaklukan berikutnya. Pembangunan benteng Barombong di Gowa. Perang saudara Wajo berakhir. Fransiscus Xaverius tiba di Maluku, mengunjungi Ambon, Ternate, dan Morotai.
  • 1547 - Kerajaan Agangnionjo berdiri di Barru sebagai bawahan Gowa-Tallo. Datu Golla'e dilantik sebagai penguasa pertamanya.
  • 1550 - Kerajaan Tawaeli (Tavaili) muncul di lembah Palu, didirikan oleh Labulembah. Kerajaan Bulango berdiri di Gorontalo.
  • 1552 - Ratu I Tassa Banawa naik tahta di Donggala. Pada masa pemerintahannya, ia berhasil memperluas wilayah kekuasaan negerinya serta membentuk Dewan Adat Pitunggota sebagai lembaga legislatif kerajaan.
  • 1556 - Datu Maoge naik tahta di Luwu.
  • 1557 - Magau Ntavu naik tahta di Parigi.
  • 1558 - Perang Makassar-Bone I. Makassar mengumumkan perang terhadap Bone. Pasukan Makassar pun mulai menyerang dan memblokade wilayah kekuasaan Bone, baik di darat ataupun di laut. Kesultanan Bacan di Maluku Utara menjadi bawahan Portugal, yang kemudian segera mendirikan benteng di sana.
  • 1560 - Pasukan Makassar menaklukkan Cenrana dan Walanae, kemudian terus bergerak ke utara, semakin mendekati ibukota Kerajaan Bone. Spanyol mendirikan pos dagang di Manado. Punu' Mokodumpit (Mokoagow) naik tahta di Bolaang Mongondow.
  • 1563 - Ternate melancarkan ekspedisi militer ke Filipina. Armada kora-kora Ternate berhasil menaklukkan Kerajaan Butuan di Mindanao dan Dapitan di Bohol. Serangan Ternate menghancurkan Kerajaan Dapitan, memaksa penguasa terakhirnya, Datu Pagbuaya, mengungsi ke Mindanao dan mendirikan sebuah negeri baru dengan nama yang sama di bagian utara pulau tersebut. Kedua negeri itu pun menjadi bawahan Ternate, dan secara tidak langsung turut jatuh ke tangan Portugis. Sebelumnya, armada Ternate juga telah menundukkan Rimpulaeng yang menguasai Sangihe-Talaud dan Sarangani-Davao.
  • 1565 - Karaeng I Tajibarani Daeng Marompa naik tahta di Makassar. Baru 20 hari pasca pelantikannya, ia berangkat ke medan perang untuk memimpin langsung pasukannya yang tengah menggempur Bone. Namun ia tewas terbunuh dalam suatu pertempuran. Tewasnya sang Karaeng pun mengakhiri perang Makassar-Bone tersebut. Kedua negara mengadakan perjanjian, dimana Makassar menerima kekalahannya dan bersedia menyerahkan daerah kekuasaan Bone yang kala itu telah diduduki pasukan Gowa-Tallo, di antaranya Cenrana dan Walanae. Karaeng Tajibarani yang telah wafat dianugerahi gelar kepahlawanan 'Tunibatta'. Kedudukannya digantikan oleh Karaeng Bontolangkasa Tunijallo naik tahta sebagai penguasa Makassar yang baru.
  • 1568 - Arumpone La Tenri Rawe Bongkangnge (Matinroe ri Gucinna) naik tahta di Bone. Kerajaan Kolongan berdiri di Sangihe sebagai bawahan Ternate.
  • 1570 - Sultan Baabullah Datu Syah naik tahta di Ternate. Ia adalah Sultan terbesar Ternate yang berhasil melepaskan diri dari hegemoni bangsa Portugis dan bahkan sukses mengusir mereka sepenuhnya dari kawasan Maluku Utara, kemudian berhasil membawa Kesultanan Ternate ke puncak kejayaannya.
  • 1571 - Datu We Tenri Rawe' naik tahta di Luwu, sebagai penguasa perempuan pertama di Luwu.
  • 1575 - Ternate menaklukkan Sula.
  • 1576 - Ternate menaklukkan Buru dan pulau-pulau di barat Seram, mengusir orang-orang Portugis dari sana. Pontowuisang naik tahta di Siau. Ia berhasil menaklukkan Kerajaan Rimpulaeng di Sangihe. Dalam pertempuran, penguasa Rimpulaeng Don Makaampo tewas terbunuh oleh pasukan Siau. Putranya, Wuatangsemba mendirikan kerajaan baru bernama Tabukan dan bersedia tunduk pada Siau. Sangihe pun berganti jatuh ke tangan Siau.
  • 1577 - Ternate mulai memblokade dan menggempur Kasiruta, pusat Kesultanan Bacan.
  • 1578 - Ternate mulai melancarkan ekspansi ke Sulawesi. Berturut-turut Manado, Bolaang Mongondow, Gorontalo, Buol, dan negeri-negeri di Sulawesi Utara dianeksasi olehnya.
  • 1579 - Ternate berturut-turut menaklukkan Parigi, Poso, Tojo, dan Una-Una, menjadikannya sebagai penguasa teluk Tomini dan Poso. Kesultanan ini juga merebut Toli-Toli, Tawaeli, Donggala, dan Sigi dari Makassar. Magau Langimoili naik tahta di Parigi. Sir Francis Drake, seorang petualang Inggris mengunjungi Ternate dan disambut oleh Sultan Baabullah.
  • 1580 - Puncak ekspansi Ternate. Armada kora-koranya sukses menundukkan Siau serta bawahannya, Tabukan, Kolongan, dan Tagulandang. Armada  lain pimpinan Kapita Kapalaya dari Sula menaklukkan Bungku dan Selayar, serta merebut Tiworo, Wakatobi, dan Kulisusu (Buton Utara). Armada ini kemudian lanjut menggempur Buton, namun mendapat perlawanan sengit. Perang pun tak dapat dihindari. Satu armada lain pimpinan Adi Cokro, seorang Jawa yang mengabdi pada Ternate sebagai panglima laut, berhasil menaklukkan Banggai. Negeri-negeri kecil di sana pun dilebur menjadi satu. Oleh para tomundo, Adi Cokro diangkat sebagai pemimpin pertama Kerajaan Banggai yang bersatu (sebagai bawahan Ternate) dengan gelar Mbumbu doi Jawa. Ia melancarkan ekspansi wilayah ke pulau Sulawesi, menaklukkan daerah dari Tompotika di timur hingga Tojo di barat. Ia juga mendirikan Basalo Sangkap, badan penasihat kerajaan yang terdiri dari para tomundo. Todilaling I Manyambungi wafat. Putranya, Billa Billami dilantik sebagai penguasa Balanipa kedua menggantikannya bergelar Tomepayung. Kemudian, ia bersama para pemimpin Mandar lain mengadakan perjanjian Tamejarra II, dimana mereka sepakat untuk membentuk sebuah persekutuan kerajaan Mandar pesisir, yakni Pitu Ba'bana Binanga (Balanipa, Binuang, Sendana, Banggae, Pamboang, Mamuju, dan Tappalang). Konfederasi ini kemudian berhasil menaklukkan musuh lama mereka, Kerajaan Passokkorang. Satu persekutuan Mandar lain juga muncul di masa yang sama, yakni Pitu Ulunna Salu (Tabulahan, Aralle, Mambi, Bambang, Rantebulahan, Matangnga, dan Tabang). Sementara dua negeri Mandar lain, Allu' dan Tuqbi-Taramanuq menjadi negara independen. Dalam perjalanan pulang dari Ternate menuju Inggris, Sir Francis Drake mengunjungi beberapa negeri pesisir di Sulawesi dan Jawa. Kerajaan Tahuna berdiri di Sangihe sebagai bawahan Ternate.
  • 1581 - Perang Ternate-Buton berakhir dengan kekalahan Buton dan dianeksasinya negeri itu ke dalam kekuasaan Ternate. Dengan takluknya Buton, maka berakhirlah ekspedisi penaklukan Ternate di Sulawesi. Sultan Baabullah kemudian mendapatkan gelar terhormat 'Penguasa 72 Pulau' karena ia berhasil menguasai puluhan pulau yang terbentang dari Sulawesi, Mindanao, Halmahera, Seram, Flores, dan pulau-pulau di sekitarnya.
  • 1582 - Pembentukan persekutuan Tellumpocoe. Aliansi tiga kerajaan Bugis (Bone-Wajo-Soppeng) yang bersumpah untuk melindungi satu sama lain apabila terjadi serangan dari luar. Tujuan utama pembentukan persekutuan ini adalah untuk menghadang ekspansi Makassar dari selatan.
  • 1583 - Sultan Baabullah wafat. Ia digantikan oleh putranya, Saiduddin Barakati, yang naik tahta dengan gelar Sultan Saidi. Sebelumnya, Sultan Baabullah telah mengunjungi Makassar, memperingatkan Karaeng Bontolangkasa namun akhirnya memilih untuk menjalin hubungan baik dan mengajaknya untuk memeluk Islam. Sebagai tanda persahabatan, Sultan Baabullah menyerahkan kembali Selayar kepada Gowa-Tallo.
  • 1584 - Arumpone La Inca' (Matinroe ri Adenenna) naik tahta di Bone.
  • 1585 - Ternate menundukkan Kesultanan Maguindanao, kemudian melantik Jogugu Salikula sebagai penguasa bawahan di negeri tersebut.
  • 1587 - Datu Pattiarase (Andi Pattiware' Daeng Parabung/Petta Matinroe Pattimang) naik tahta di Luwu.
  • 1590 - Raja Banggai Adi Cokro meninggalkan kerajaannya dan kembali ke Jawa karena alasan yang belum diketahui. Basalo Sangkap Banggai kemudian berturut-turut melantik 11 orang raja untuk menggantikannya, yang kesemuanya kurang mumpuni dalam memerintah, hingga beberapa tahun berikutnya. Arumpone La Pattawe (Matinroe ri Bettung) naik tahta di Bone.
  • 1593 - Karaeng Tuni Pasulu (Daeng Parabbung) naik tahta di Makassar. Namun tak sampai setahun, kedudukannya direbut oleh I Mangari Daeng Manrabbia, yang naik tahta dengan gelar Sultan Alauddin (Tuminanga ri Gaukanna).
  • 1595 - Arumpone La Pattawe naik tahta di Bone.
  • 1596 - Ekspedisi dagang pertama bangsa Belanda ke Nusantara pimpinan Cornelis de Houtman. Abu Kasim Abdurrahman Raden Sakka (putra Adi Cokro dengan putri Nuru Sapa dari Motiandok), diutus ke Jawa oleh Basalo Sangkap Banggai untuk membujuk ayahnya agar berkenan menjadi Raja Banggai kembali. Sang ayah menolak, dan Abu Kasim juga tak tertarik untuk menjadi raja, sehingga Adi Cokro pun berpesan kepada putra sulungnya tersebut untuk menjemput saudara tirinya di Ternate untuk diangkat sebagai penguasa Banggai yang baru.
  • 1597 - Kapita Laut Buisan naik tahta sebagai penguasa bawahan Ternate di Maguindanao.
  • 1600 - Kerajaan Inggris meresmikan berdirinya kompeni EIC. Abu Kasim bersama Basalo Sangkap Banggai pergi ke Ternate untuk menjemput saudara tirinya, Maulana Prins Mandapar (putra Adi Cokro dengan putri Portugis Castilia). Maulana kemudian diangkat sebagai Raja Banggai ke-13, yang kelak lebih dikenal dengan gelar Mbumbu doi Godong. Punu' Tahode (Kinalang) naik tahta di Bolaang Mongondow. Kerajaan Kendahe (Kandhar) dan Manganitu berdiri di Sangihe sebagai bawahan Ternate. Kendahe menguasai bagian utara pulau itu serta kepulauan di utaranya hingga Sarangani di Mindanao, sementara Tahuna dan Manganitu masing-masing memerintah bagian tengah dan selatan pulau Sangihe. Bagian timur masih dikuasai oleh Kerajaan Tabukan, yang juga membawahi Porodisa di Talaud serta Davao di Mindanao.


Abad 17:



  • 1602 - Kerajaan Belanda meresmikan berdirinya kompeni VOC. Arumpone We Tenrituppu (Matinroe ri Sidenreng) naik tahta di Bone, sebagai wanita kedua yang menjadi penguasa kerajaan tersebut. Magau Tonikola Ibrahim naik tahta di Parigi.
  • 1604 - Kunjungan armada EIC Inggris pimpinan Sir Henry Middleton di Maluku.
  • 1605 - Islamisasi terhadap negeri-negeri di Sulawesi Selatan dimulai. Tiga orang ulama asal Minangkabau, yakni Dato ri Bandang, Dato ri Pattimang, dan Dato ri Tiro berhasil mengislamkan Datu Luwu, Andi Pattiware' Daeng Parabung. Ia menjadi penguasa Sulawesi Selatan pertama yang memeluk Islam, menggunakan gelar Sultan Muhammad. Ketiga ulama yang lebih dikenal sebagai Dato Tallu tersebut kemudian melanjutkan dakwahnya ke negeri-negeri sekitarnya, termasuk Gowa dan Tallo. Kompeni VOC tiba di Maluku dan menjalin hubungan diplomatik dengan Ternate, serta merebut kekuasaan Portugis di Maluku Tengah. Masa pendudukan Belanda pun dimulai.
  • 1606 - Beraliansi dengan Tidore, Spanyol dan Portugal (yang kala itu bergabung dalam sebuah Kekaisaran bersatu bernama Uni Iberia) menggempur Ternate. Armada besar pimpinan Juan de Esquivel ini berhasil menaklukkan ibukota kesultanan itu serta menangkap Sultan Saidi dan keluarganya, mendeportasi mereka ke Manila. Masa jaya Ternate pun berakhir. Seluruh negeri bawahannya pun secara tidak langsung turut jatuh ke dalam pengaruh Spanyol-Portugal, sementara negara Ternate itu sendiri menjadi vasal Uni Iberia. Tidore juga turut menjadi vasal, karena sang Sultan, Mole Majimo menawarkannya sendiri kepada Juan de Esquivel. Luwu dan Makassar, kemungkinan besar memanfaatkan kesempatan ini untuk merebut kembali kekuasaan mereka yang sebelumnya telah diambil oleh Ternate. Sementara negeri-negeri di Fillipina, yakni Maguindanao, Buayan, Butuan, dan Bohol berhasil memerdekakan diri dari Ternate.
  • 1607 - Karaeng Matoaya, Raja Tallo dan Mangkubumi Makassar memeluk Islam. Kerajaan Makassar pun resmi berevolusi menjadi kesultanan. Arung Matoa La Sangkuru Patau (Sultan Abdurahman/Arung Peneki) naik tahta di Wajo. Agama Islam mulai menyebar ke seluruh Sulawesi Selatan. Atas nama persamaan musuh, Ternate diam-diam bersekutu dengan VOC Belanda, yang kemudian segera mendirikan benteng dan pos dagang di bagian timur pulau Ternate bernama Benteng Oranje. Benteng ini menjadi pusat administrasi VOC pertama di Nusantara sebelum dipindah ke Batavia, 12 tahun kemudian. Sultan Hurudji mendirikan Kerajaan Boalemo di Gorontalo sebagai bawahan Ternate.
  • 1608 - Pertempuran Pakenya. Dimulainya peperangan besar antara Makassar dengan Tellumpocoe.
  • 1609 - Makassar berturut-turut menaklukkan Suppa, Alitta, Sawitto, Rappang, dan Sidenreng. Makassar mulai berada di atas angin dalam pertempuran Pakenya, dengan tunduknya Soppeng padanya. Pasukan koalisi Ternate-VOC pimpinan Laksamana Hoen menyerang Tidore dan Bacan. VOC mengirim perwakilan ke Makassar untuk meminta izin pada Sultan Alauddin agar diperbolehkan mendirikan kantor dagang di kota Makassar. Sang Sultan mengizinkannya, tapi membatasi operasinya hanya untuk 9 tahun saja. Namun, ia justru memperbolehkan bangsa Eropa lain yakni Inggris, Prancis, Denmark, Spanyol, dan Portugis untuk mendirikan pos dagang permanen. Peristiwa ini pun menjadi awal mula perseteruan kompeni VOC dengan Kesultanan Gowa-Tallo.
  • 1610 - Wajo takluk pada Makassar. Sultan Mudaffar naik tahta di Ternate. Spanyol menyerang Bacan sebagai usaha untuk merebut kembali hegemoni mereka di negeri tersebut, namun berhasil dihalau oleh pasukan koalisi Ternate-VOC-Bacan yang berjaga di sana. Di tahun yang sama, koalisi ini juga berhasil merebut pulau Makian. VOC menjadikan Ambon sebagai pusat pemerintahannya.
  • 1611 - Arumpone La Tenriruwa (Matinroe ri Bantaeng) naik tahta di Bone. Di tahun yang sama, negeri itu takluk pada Makassar. Perang Pakenya yang telah berlangsung selama 3 tahun pun berakhir dengan kemenangan Gowa-Tallo. Ketiga negara Tellumpocoe pun menjadi bawahan Makassar, yang kemudian segera mengirimkan ulama-ulama untuk mengislamkan negeri-negeri Bugis tersebut. Inggris mendirikan pos dagang di Makassar.
  • 1612 - Pieter Both dilantik sebagai Gubernur Jenderal VOC pertama di Nusantara, yang berkedudukan di Ternate. Makassar menundukkan negeri-negeri konfederasi Mandar, serta merebut Enrekang dan Sidrap dari Luwu.
  • 1615 - Luwu dilanda perang saudara. Datu Patipasaung naik tahta di Luwu. Kakaknya, Patiaraja kecewa dan meninggalkan istana Luwu di Malangke kemudian pergi ke barat dan mendirikan istana baru di Kamanre. Kekuasaan Patipasaung terbentang dari Baebunta-Poso di timur, sedangkan kekuasaan Patiaraja berada di Kamanre, Bajo, Ranteballa, Larompong-Akkotengeng di barat.
  • 1616 - Arumpone La Tenripale (Matinroe ri Tallo) naik tahta di Bone.
  • 1617 - Makassar mengadakan ekspedisi penaklukan ke pulau Sumbawa. Dibawah pimpinan Karaeng Boranging, armada Makassar sukses menaklukkan Kesultanan Bima di bagian timur pulau tersebut. Penduduk Minahasa mulai melancarkan gerakan perlawanan terhadap orang-orang Spanyol.
  • 1618 - Makassar berturut-turut menaklukkan Kerajaan Sanggar, Tambora, Pekat, dan Dompu di Sumbawa bagian tengah.
  • 1619 - Perang sipil Luwu berakhir. Kedatuan Luwu kembali bersatu, ibukota dipindahkan ke Palopo. Jan Pieterszoon Coen dilantik sebagai Gubernur Jenderal VOC kedua. Pusat administrasi VOC dipindah dari Ternate ke Batavia. Sultan Muhammad Dipatuan Kudarat naik tahta di Maguindanao, kemudian melancarkan ekspansi wilayah ke seluruh pulau Mindanao dan sekitarnya.
  • 1620 - Makassar menaklukkan Kutai dan Paser di Kalimantan Timur, merebut keduanya dari mandala Kesultanan Banjar. Punu' Tadohe naik tahta di Bolaang Mongondow.
  • 1621 - Gowa-Tallo menaklukkan Kerajaan Sumbawa. Armada Makassar juga merebut Buton dari kekuasaan Ternate, yang masih menjadi bawahan Uni Iberia. Namun, empat kerajaan Moronene bawahan Buton, yakni Poleang, Bombana, Rumbia, dan Kabaena berhasil melepaskan diri dan akan tetap menjadi negara merdeka hingga beberapa tahun berikutnya.
  • 1624 - Seluruh pulau Sumbawa jatuh ke dalam kekuasaan Makassar setelah armada Gowa-Tallo menaklukkan Taliwang, kerajaan di ujung barat Sumbawa yang kala itu merupakan bawahan dari Kerajaan Gelgel Bali.
  • 1625 - Maguindanao dibawah pimpinan Sultan Muhammad Dipatuan Kudarat menaklukkan Davao, Sarangani, Sangihe, dan Talaud, menghapus hegemoni Ternate (dan VOC) di keempat daerah tersebut. Meskipun tiga daerah yang terakhir disebut kelak dapat direbut kembali oleh Belanda pasca Maguindanao mengalami kemunduran.
  • 1626 - Arumpone La Ma'daremmeng (Matinroe ri Bukaka) naik tahta di Bone. Makassar berturut-turut menaklukkan Kerajaan Bajo, Cibal, Leda, Riung, Keo, Leo, Ngada, Endeh, Nage, dan Todo di pulau Flores bagian barat. Bagian timur pulau tersebut tetap dikuasai oleh Larantuka, sebuah kerajaan Kristen yang merupakan bawahan Portugal. Armada Makassar kemudian lanjut menduduki Sumba dan Alor. Sebelumnya, Gowa-Tallo juga telah berhasil menundukkan Luwu, serta merebut Bungku dan Banggai dari Ternate. Tuanta Salamaka (Syekh Yusuf al-Makassari) lahir di Tallo. 40 hari pasca kelahirannya, ibunya dipersunting oleh Sultan Alauddin setelah diceraikan oleh suaminya. Yusuf muda dan ibunya pun diboyong dan tinggal di istana Gowa. Di sana, Yusuf dibesarkan dalam kehidupan islami dan tertarik pada ilmu tasawuf, yang kelak mengantarkannya menjadi seorang ulama besar.
  • 1627 - Sultan Hamzah naik tahta di Ternate. Magau Janggo Ma'ruf naik tahta di Parigi.
  • 1630 - Raja Mauritz Datu Binangkal Korompot naik tahta di Kaidipang. Ia dinobatkan secara resmi di Makassar oleh seorang pegawai VOC bernama Pieter van den Broeke dan Karaeng Gowa Sultan Alauddin. VOC menghadiahkan sebuah 'crown pet/korompot' kepada Raja Mauritz sebagai penghormatan tertinggi kepadanya. Raja Molen (Mbumbu doi Kintom) naik tahta di Banggai.
  • 1631 - I Mallombassi Muhammad Bakir Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangepe (Sultan Hasanuddin) lahir di Makassar. Arumpone La Maddaremmeng (Tobala' Arung Tanete Riawang) naik tahta di Bone.
  • 1633 - Armada Makassar pimpinan Daeng Mangallo menundukkan Poleang, Bombana, Rumbia, dan Kabaena, serta Laiwoi (Konawe).
  • 1634 - Makassar berturut-turut menaklukkan Tomini (Parigi dan Una-Una), Gorontalo, Buol, Manado, dan Sula, serta merebut kembali Toli-Toli dari Ternate.
  • 1635 - Makassar menundukkan Bolaang Mongondow, Bulango, Limboto, Atinggola, Kaidipang, dan Bintauna, serta Siau, Sangihe, dan Talaud. Dengan demikian, seluruh Sulawesi (kecuali Toraja dan Minahasa) berhasil disatukan dibawah naungan Imperium Makassar Gowa-Tallo.
  • 1636 - Kutai dan Paser direbut kembali oleh Banjar yang beraliansi dengan VOC Belanda.
  • 1637 - Datu La Basso (Petta Matinroe ri Gowa/Sultan Ahmad Nazaruddin) naik tahta di Luwu.
  • 1638 - Makassar merebut kembali Kutai dan Paser dari Banjar yang telah mengakhiri aliansi mereka dengan VOC. Makassar juga merebut Berau dan dua negara bawahannya, Tidung dan Bulungan.
  • 1639 - Sultan Alauddin wafat. Sultan Muhammad Said (Karaeng Ujung/Malikussaid) naik tahta menggantikannya sebagai penguasa Makassar, didampingi oleh Karaeng Patingalloang yang menjabat sebagai Mangkubumi. Pada masa pemerintahannya, Kesultanan Makassar Gowa-Tallo mengalami masa kejayaannya.
  • 1640 - Dipimpin langsung oleh Sultan Muhammad Said, Makassar memulai ekspansi ke wilayah kekuasaan Ternate di Maluku. Berturut-turut Buru dan Obi berhasil ditaklukkan. Di tahun yang sama, Makassar juga berhasil menaklukkan pulau Timor bagian tenggara. Uni Iberia bubar, terpecah menjadi tiga negara, Spanyol, Portugal, dan Katalonia.
  • 1641 - Dengan bantuan Salahakan Luhu, seorang pejabat Ternate yang membangkang pada Sultan Hamzah, armada Makassar menggempur Maluku Tengah, menyerang pos-pos VOC yang ada di sana dan berhasil menaklukkan Seram Barat, Hoamoal, Saparua, dan pulau-pulau sekitarnya.
  • 1643 - Pemberontakan Bone. Dipimpin langsung oleh sang Arumpone, La Maddaremmeng, Bone melancarkan pemberontakan melawan hegemoni Gowa-Tallo.
  • 1644 - Perang Passempe. Pemberontakan Bone berhasil diredam oleh Makassar. Sang Arumpone beserta sebagian besar keluarganya ditangkap dan dijadikan tawanan oleh Sultan Muhammad Said, termasuk La Tenritatta Daeng Serang (Arung Palakka), yang kala itu masih kecil. Mereka diboyong ke Gowa dan dijadikan sebagai pelayan dan budak untuk kepentingan Kesultanan Makassar. Arung Palakka sendiri menjadi pelayan sang Mangkubumi, Karaeng Patingalloang. Saat remaja, ia menjalin persahabatan dengan para pangeran Gowa-Tallo, termasuk Karaeng Bonto Mangepe, Sultan Hasanuddin muda. Sementara itu, tahta Kerajaan Bone diserahkan kepada La Tenriaji Tosenrima, yang memerintah sebagai raja bawahan Makassar. Syekh Yusuf al-Makassari memulai pengembaraannya dalam menuntut ilmu-ilmu keislaman. Ia singgah di Banten dan bersahabat dengan Pangeran Surya, Sultan Ageng Tirtayasa muda. Lalu berkunjung ke Aceh untuk berguru pada Syekh Nuruddin ar-Raniri. Ia kemudian merantau ke Timur Tengah, mengunjungi Yaman dan Makkah, berguru pada para ulama besar di sana selama beberapa tahun.
  • 1645 - Armada Makassar menaklukkan pulau Hitu di Maluku Tengah, serta menyerang Ambon.
  • 1646 - Makassar kehilangan kekuasaannya di Maluku Tengah setelah pasukan Makassar di sana disapu bersih oleh armada VOC. Atas jasa ini, Ternate menghadiahkan sebagian besar kekuasaannya di Maluku Tengah kepada VOC. Perseteruan Minahasa-Spanyol mencapai puncaknya dan berakhir dengan terusirnya bangsa Spanyol dari Tanah Minahasa dan Sulawesi Utara.
  • 1648 - Sultan Mandarsyah naik tahta di Ternate. Raja Paudagar (Mbumbu doi Beteng) naik tahta di Banggai.
  • 1650 - Ratu I Tassa Banawa wafat. Cucunya, Putri Intoraya naik tahta sebagai Ratu Donggala ketiga menggantikannya. Ia menikah dengan La Masanreseng Arung, seorang pangeran dari Kerajaan Sendana Mandar.
  • 1652 - Karaeng Patingalloang dihadiahkan sebuah globe seharga 12 ribu franc oleh pemerintah Belanda, sebagai bentuk apresiasi terhadap kepeduliannya pada ilmu pengetahuan kala itu. Konon, ia juga dikabarkan telah menjalin persahabatan dengan ilmuwan terkenal Italia, Galileo Galilei.
  • 1653 - Makassar menaklukkan Seram Barat, sebagai usaha untuk merebut kembali hegemoninya atas Maluku Tengah. Sultan Muhammad Said wafat. Sultan Hasanuddin naik tahta menggantikannya, sementara jabatan Mangkubumi diisi oleh Karaeng Karunrung, putra Patingalloang. Keduanya memerintah dengan tangan besi. Salah satu kebijakan mereka adalah memerintahkan 10.000 orang Bone menjadi pekerja paksa untuk membangun parit sebagai garis pertahanan barat Makassar, untuk mengantisipasi ancaman serangan VOC Belanda. Para bangsawan pun tak luput dari perintah ini, membuat mereka, dipimpin Arung Palakka, melarikan diri kembali ke Bone untuk merencanakan pemberontakan. Loloda Mokoagow naik tahta di Bolaang Mongondow. Ia menjadi pemimpin pertama yang dilantik dengan gelar 'Datu' di negeri tersebut, yakni Datu Binangkang. Ia merupakan seorang raja ekspansif yang berhasil menundukkan Manado dan Minahasa ke dalam kekuasaannya. Di Minahasa, ia dikenal sebagai salah satu tokoh dalam peristiwa Pingkan Matindas.
  • 1657 - VOC merebut Sulawesi Utara dari pengaruh Bolaang Mongondow dan Makassar dan mengusir sisa-sisa orang Spanyol yang masih bertahan di sana.
  • 1659 - Dibawah pimpinan Arung Palakka, Bone kembali memberontak melawan penindasan Gowa-Tallo. Di tahun yang sama, Kerajaan Balanipa Mandar juga melancarkan pemberontakan, namun dapat ditumpas di tahun itu juga.
  • 1660 - Pemberontakan Bone kembali berhasil ditumpas oleh Makassar. Arung Palakka berhasil lolos dan menjadi buronan Sultan Hasanuddin. Ia mengungsi ke Lisu, lalu ke Maruala, dan akhirnya ke Buton, dimana penguasa Buton bersedia menyembunyikannya. Saat para panglima Makassar hendak mencari Arung Palakka di sana, Sultan Buton mengucapkan sumpah bahwa sang pangeran Bone tidak ada di Negeri Buton. Sultan Hasanuddin pun percaya saja, dan menarik kembali armadanya dari Buton. Arung Palakka pun berhasil lolos kembali. Di tahun yang sama, pecah perang antara Makassar dan VOC. Pihak Belanda mengirim 30 kapal pimpinan Laksamana van Dam dan Truytman untuk menyerang kota Makassar. Armada ini berhasil menghancurkan sejumlah kapal Portugis yang sedang singgah di sana, serta merebut Pa'nakkukang, salah satu benteng pertahanan Gowa. Kekuasaan Makassar di Seram juga digempur oleh armada VOC pimpinan Laksamana de Vlamingh. Perang berakhir dengan perjanjian damai dimana Gowa-Tallo bersedia melepaskan kekuasaannya atas Seram Barat dan VOC bersedia menyerahkan kembali benteng Pa'nakkukang. Bolaang Mongondow membuka hubungan dagang dengan Spanyol.
  • 1661 - Magau Ntadu naik tahta di Parigi.
  • 1663 - Datu Settiaraja (Petta Matinroe ri Tompoqtikkaq) naik tahta di Luwu. Spanyol menarik pasukannya dari Maluku Utara, melepaskan Ternate dan Tidore (serta seluruh negara jajahan mereka) menjadi negara merdeka kembali.
  • 1664 - Syekh Yusuf al-Makassari - kini telah menjadi seorang ulama besar - pulang kampung ke Gowa. Namun, ia hanya menetap sementara karena melihat bahwa syariat Islam di sana seolah-olah telah dikesampingkan. Setelah gagal membujuk Sultan Hasanuddin untuk menegakkan kembali syariat Islam di Makassar, Syekh Yusuf pun meninggalkan Gowa dan pergi ke Banten. Ia mendapati bahwa sahabat lamanya, Pangeran Surya, telah naik tahta sebagai Sultan Ageng Tirtayasa. Di negeri ini, Syekh Yusuf diangkat sebagai seorang ulama tasawuf dan syekh tarekat, serta menulis sejumlah kitab mengenai ajaran tasawuf.
  • 1666 - Perang Makassar dimulai. Arung Palakka beraliansi dengan VOC dan Ternate, serta beberapa negeri bawahan Makassar yang ingin memerdekakan diri, bertempur melawan Sultan Hasanuddin dan segenap bawahannya yang setia, seperti Bima, Wajo, dan Luwu. Pertempuran pecah di seantero Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Selat Makassar, dan Laut Flores. Bantaeng dan Selayar menjadi daerah pertama yang takluk pada armada VOC-Bone. Selama perang, terjadi konfrontasi antara Arung Palakka dengan dua orang petinggi Makassar, Karaeng Karunrung dan Karaeng Galesong, dimana dalam adu kekuatan dengan mereka, sang pangeran Bone hampir terbunuh tiga kali.
  • 1667 - Kesultanan Makassar Gowa-Tallo semakin terdesak. Beberapa bangsawan Mandar dan sekitar 800 pasukannya membelot ke pihak VOC-Bone, Buton ditaklukkan oleh pasukan Arung Palakka, dan armada VOC melancarkan gempuran besar-besaran terhadap pantai barat dan selatan Sulawesi Selatan, berturut-turut menduduki Jeneponto, Takalar, Bontonompo, Bajeng, Barombong, dan Galesong, sebelum kota Makassar itu sendiri akhirnya takluk. Kedua pihak pun akhirnya setuju untuk mengadakan perjanjian di Bungaya. Di antara isi perjanjian itu adalah: Gowa-Tallo harus melepaskan seluruh negara bawahannya; mengembalikan kekuasaannya di Sulawesi Timur kepada Kesultanan Ternate; menyerahkan semua daerah yang telah diduduki oleh pasukan VOC; menghancurkan seluruh benteng Makassar yang ada kecuali Sombaopu; memberikan hak monopoli perdagangan bebas bea kepada kompeni VOC; melepaskan hak dagang yang telah diberikan kepada bangsa Eropa lain dan memindahkan mereka dari Makassar; dan membayar kompensasi atas segala kerusakan dan penjarahan yang terjadi selama perang berlangsung. Sultan Hasanuddin bersedia melakukan penandatanganan, namun menolak untuk menyerah sehingga pertempuran antara Gowa-Tallo dengan VOC-Bone pun masih terus berlangsung.
  • 1668 - Wabah demam mematikan melanda Makassar, melemahkan kekuatan baik bagi Gowa-Tallo maupun VOC-Bone. Pertempuran masih berlangsung di berbagai daerah di Makassar dan Gowa, namun wabah ini sempat membuat jumlah konflik menurun.
  • 1669 - Jatuhnya Sombaopu. Kesultanan Makassar Gowa-Tallo kali ini akhirnya benar-benar menyerah dan mengaku kalah oleh aliansi VOC-Bone setelah benteng pertahanan terakhirnya, Sombaopu berhasil ditaklukkan. Sebelumnya pasukan VOC juga telah menaklukkan Pangkajene dan Maros. Kondisi ekonomi dan administrasi di Nusantara Timur mengalami kekacauan, akibat dari perang persaingan pengaruh antara para penguasa yang masih terus berlangsung.
  • 1670 - Sultan Hasanuddin wafat. Sebelumnya ia telah menyerahkan tahta kepada putranya, Amir Hamzah (Tuminanga ri Allu'). Kerajaan Gowa dijadikan palili' (vasal) oleh Bone. Laskar Bugis Bone pimpinan Arung Palakka menggempur Kerajaan Wajo, yang masih terus melancarkan perlawanan terhadap VOC-Bone meski mantan atasannya, Gowa, telah menyatakan kalah. Pasukan Bugis berturut-turut menaklukkan Lamuru, Pammana, dan Peneki, hingga akhirnya Tosora, ibukota Wajo yang berdinding kokoh berhasil ditundukkan setelah gempuran beruntun selama tiga bulan. Wajo pun takluk pada Bone. Takluknya Gowa dan Wajo pada Arung Palakka mendorong terjadinya eksodus besar-besaran penduduk Makassar dan Wajo ke seantero Nusantara. Banyak yang kabur ke Jawa dan Madura, meminta perlindungan pada Kesultanan Mataram dan negara-negara bawahannya. Atas izin Sultan Mataram, para pengungsi Makassar mendirikan permukiman di Madura dan Jawa Timur, di antaranya Kakaper di Pasuruan dan Demung di Situbondo. Pengungsi lain pergi ke Kalimantan, mendirikan beberapa permukiman yang makmur. Ada juga yang berlayar jauh ke Sumatra dan Malaya, meminta suaka pada Kesultanan Melayu Johor dan negara-negara bawahannya.
  • 1671 - Aliansi VOC-Bone menggempur negeri-negeri konfederasi Mandar, dengan cepat menaklukkan Balanipa, Majene, Bukko, Campalagian, dan Binuang di tahun itu juga. Seluruh negeri Mandar kemudian menjadi bawahan Bone.
  • 1672 - Arung Palakka resmi diangkat menjadi Arumpone Bone, dinobatkan dengan gelar Arumpone Sultan Sa'aduddin. Bersama Arung Bakke, kawan seperjuangannya selama Perang Makassar, keduanya dianugerahi medali dan penghargaan oleh kompeni VOC atas kesetiaan mereka.
  • 1673 - Negeri-negeri Gorontalo, yang telah terbebas dari hegemoni Makassar, membentuk perserikatan Pohala'a. Merupakan organisasi kenegaraan dari lima kerajaan Gorontalo dengan Suwawa sebagai tiyombu (pemimpin).
  • 1674 - Perang Makassar telah sepenuhnya berakhir. Kondisi Sulawesi Selatan pun berangsur-angsur pulih kembali dan perdamaian pun akhirnya dapat tercapai. Arung Palakka mulai melakukan politik aliansi dan ekspansi terhadap negeri-negeri di sekitarnya. Karaeng Bisei (Tuminanga ri Jakattara) dilantik sebagai pemimpin Gowa yang baru, dengan gelar Sultan Muhammad Ali.
  • 1675 - Arung Bakke dinobatkan sebagai pemimpin federasi Ajatappareng di Pinrang. Soppeng, Sinjai, Agangnionjo (Barru) dan Massenrempulu (Enrekang) kemungkinan besar telah berhasil dilebur oleh Arung Palakka ke dalam pemerintahan keluarga Kerajaan Bone. Sultan Sibori Amsterdam naik tahta di Ternate. Raja Lepeo Mooreteo naik tahta di Bintauna.
  • 1676 - Awal mula perseteruan Arung Palakka dan Arung Bakke, dua orang sahabat yang sebelumnya berjuang bersama. Hal ini dipicu oleh konflik perbatasan di Enrekang, dimana Arung Bakke mengklaim wilayah itu, sementara penguasa Enrekang (pemimpin federasi Massenrempulu) menolak mengakui klaim ini. Arung Palakka berpihak pada penguasa Enrekang yang telah menjadi salah seorang bawahannya tersebut. Melalui bantuan VOC, Ternate mengadakan ekspedisi ke Sulawesi Utara untuk memulihkan kembali hegemoninya di sana. Negeri-negeri Gorontalo, Bolaang Mongondow, Buol, dan Parigi berhasil ditaklukkan kembali. Sementara Sultan Sibori sendiri memimpin langsung ekspedisi ke Siau, Sangihe, dan Talaud, yang juga berhasil dengan sukses.
  • 1677 - VOC mengakui Arung Bakke sebagai pemimpin Ajatappareng. Sultan Abdul Jalil (Tuminanga ri Lakiung/Karaeng Sanrobone) naik tahta di Gowa. Pemberontakan Trunojoyo meletus di Jawa, yang hampir meruntuhkan Kesultanan Mataram. Di antara pasukan aliansi yang membantu Trunojoyo adalah para pelarian perang Makassar dari Gowa.
  • 1679 - Pemberontakan Trunojoyo berhasil ditumpas oleh aliansi pasukan VOC-Mataram-Bone. Sebelumnya, armada Bugis yang dipimpin langsung oleh Arung Palakka telah berhasil menduduki daerah pertahanan laskar Makassar di Madura, Kakaper (Pasuruan), dan Demung (Situbondo). Sebagian besar pelarian perang tersebut kemudian dipulangkan kembali ke Makassar, sementara sisanya melarikan diri ke bagian barat pulau Jawa, meminta suaka pada Kesultanan Banten.
  • 1680 - Di Maluku Utara, Sultan Sibori mengobarkan perang terhadap sekutunya, kompeni VOC, namun mengalami kegagalan. Sang Sultan pun ditangkap dan diasingkan ke Batavia.
  • 1681 - Perseteruan Arung Palakka dan Arung Bakke mencapai puncaknya. Pada tahun ini, Arung Palakka menggempur Ajatappareng. Arung Bakke berhasil lolos ke kawasan pegunungan Mandar, namun tak lama kemudian dapat ditemukan dan segera dibunuh oleh Arung Palakka. Ajatappareng yang kehilangan raja pun dilebur ke dalam pemerintahan Bugis Bone. Dipimpin langsung oleh Datu Binangkang, Bolaang Mongondow menyerang kedudukan VOC di Manado-Minahasa, namun dapat dipukul mundur. Gubernur VOC di Manado, Roberts Padtbrugge kemudian membalas dengan menggempur dan membumihanguskan kota Solimandungan.
  • 1682 - Seluruh Sulawesi Selatan (minus Toraja serta kekuasaan VOC di Pangkajene-Bulukumba) telah sepenuhnya berada dibawah kendali Arung Palakka dan Kerajaan Bugis Bone. Sang Arumpone menorehkan satu pencapaian luar biasa yang belum pernah dicapai penguasa sebelumnya, yakni ia berhasil menyatukan seluruh kerajaan di semenanjung Sulawesi Selatan dibawah pemerintahan satu keluarga istana, dinasti Bugis Bone.
  • 1683 - Perang To Pada Tindo. Bone melancarkan penyerangan terhadap masyarakat Toraja Sa'dan (Toraja Selatan) yang dikuasai oleh beberapa tongkonan (konfederasi kesukuan) yang kuat. Dipimpin langsung oleh Arung Palakka dan keponakannya, La Patau, sejumlah 50.000 pasukan Bone yang didampingi sejumlah serdadu Belanda menggempur salah satu tongkonan bernama Tallu Lembangna. Perang pun pecah, dan berlangsung selama hampir sebulan sebelum salah satu pimpinan Toraja turun gunung, dan bersedia untuk menyerah. Arung Palakka dan pasukannya kembali ke Bone, dan Tallu Lembangna pun menjadi palili' Bone. Sementara kawasan Toraja Utara tak pernah sekalipun takluk pada kerajaan Bugis itu. Ternate resmi menjadi negara bawahan kompeni VOC, setelah Sultan Sibori menandatangani suatu perjanjian dengan Gubernur Jenderal VOC di Batavia. Vasal-vasalnya di Sulawesi Timur (Banggai, Bungku, Tojo, dan Una-Una) dan Utara (Atinggola, Suwawa, Bintauna, Kaidipang, Bulango, Limboto, Boalemo, dan Gorontalo) pun secara tak langsung turut jatuh ke tangan VOC. Sementara Bolaang Mongondow, Buol, dan Parigi berhasil melepaskan diri kembali dari hegemoni Ternate. Di Jawa Barat, VOC yang beraliansi dengan Sultan Haji yang memberontak menundukkan Kesultanan Banten. Sultan Ageng Tirtayasa dan pengikutnya, termasuk Syekh Yusuf al-Makassari, ditahan oleh Belanda. Syekh Yusuf sendiri kemudian diasingkan ke Srilanka setahun kemudian.
  • 1689 - Raja Mbulang (Mbumbu doi Balantak) naik tahta di Banggai.
  • 1692 - Sultan Toloko Rotterdam, adik Sibori Amsterdam naik tahta di Ternate. Pada masa pemerintahannya, Kesultanan Ternate menikmati masa yang aman dan damai.
  • 1693 - Syekh Yusuf al-Makassari yang sedang dalam pengasingan di Srilanka dipindahkan oleh VOC ke Afrika Selatan, karena melihat bahwa pengaruhnya yang dianggap berbahaya bagi kompeni tersebut masih cukup besar. Bersama 49 orang pengikutnya, Syekh Yusuf pun mendarat di Tanjung Harapan dan ditempatkan di Zandvliet. Di sini, ia aktif menyebarkan syiar Islam dan merupakan salah satu pelopor dakwah Islam di negeri tersebut. 
  • 1694 - Bolaang Mongondow menjadi bawahan kompeni VOC, yang melantik Yacobus Manoppo sebagai Datu yang baru dibawah pengaruh Belanda. Sementara Datu Binangkang yang telah dilengserkan pun memilih pergi dari istana dan mengasingkan diri ke utara, setelah mengucap sumpah serapah kepada Yacobus Manoppo dan Robert Padtbrugge. VOC dan Bolaang Mongondow kemudian menandatangani perjanjian perbatasan wilayah di Minahasa.
  • 1696 - Arung Palakka wafat. La Patau (Matinroe ri Nagauleng) diangkat sebagai Arumpone Bone menggantikannya. Pada masa pemerintahannya, agama Islam mencapai puncak perkembangannya di Tanah Bugis. Sang Arumpone terkenal sebagai seorang dai dan pengembang dakwah Islam, yang sangat menggiatkan kegiatan penulisan kitab-kitab pembelajaran Islam di negerinya.
  • 1699 - Syekh Yusuf al-Makassari wafat di Afrika Selatan. Atas permintaan Sultan Abdul Jalil, jenazahnya kemudian dibawa oleh Belanda kembali ke Gowa dan dimakamkan di Lakiung. Semasa hidupnya, ia dikenal sebagai seorang ulama agung dengan pengaruh sangat besar yang terbentang dari Makassar, Madura, Banten, Palembang, Srilanka, hingga Afrika Selatan.
  • 1700 - La Maddukkelleng lahir di Wajo.


Abad 18:



  • 1704 - Datu La Onro Topalaguna (Petta Matinroe ri Langkanae') naik tahta di Luwu.
  • 1705 - Abdul Gani (Mbumbu doi Kota) naik tahta di Banggai.
  • 1706 - Datu Luwu menikah dengan Batari Tungke (Sultana Fatimah Petta Matinroe ri Langkanae'), yang kemudian membantunya dalam mengatur pemerintahan kedatuan Luwu.
  • 1709 - Perang Tondano I. Pemberontakan rakyat Minahasa terhadap kompeni VOC yang memaksakan monopoli perdagangan beras. La Pareppa Tosappe (Tuminanga ri Sombaopu) naik tahta di Gowa.
  • 1711 - Perang Tondano I berakhir. Pasukan VOC berhasil memadamkan pemberontakan Minahasa. Sultan Sirajuddin (Tuminanga ri Pasi/I Mappaura'ngi) naik tahta di Gowa. Puang Tomessu Gelar Arajang Taunai dari Mandar mendirikan Kerajaan Kasimbar di Parigi Moutong.
  • 1713 - Arung Matoa La Salewangeng To Tenrirua naik tahta di Wajo.
  • 1714 - Arumpone La Patau wafat. Putrinya, Batari Toja Daeng Talaga Arung Timurung (Sultana Zainab/Matinroe ri Tipuluna) naik tahta menggantikannya. La Maddukkelleng, seorang pangeran Bugis keponakan Arung Matoa Wajo, memulai pengembaraannya ke barat. Bersama sejumlah pengikutnya (termasuk 8 orang bangsawan lain: La Maohang Daeng Mangkona, La Pallawa Daeng Marowa, Puana Dekke, La Siaraje, Daeng Manambung, La Manja Daeng Lebbi, La Sawedi Daeng Sagala, dan La Manrappi Daeng Punggawa), ia mengunjungi Kesultanan Johor, tempat ia bertemu saudaranya, Daeng Matekko yang telah menjadi seorang saudagar kaya. Rombongan bangsawan Bugis perantau ini pun menetap di Johor selama 12 tahun.
  • 1715 - Batari Tojang (Sultana Zaenab Matinroe ri Tippulue') naik tahta di Luwu.
  • 1726 - La Maddukkelleng dan pengikutnya tiba di Kesultanan Paser di Kalimantan Timur. Ia menikah dengan putri penguasa negeri itu, Sultan Aji Muhammad Alamsyah, dan kemudian dinobatkan sebagai penguasa Paser menggantikan sang Sultan. Sebelumnya, La Mohang Daeng Mangkona telah mendirikan kota Samarinda di perbatasan Paser-Kutai yang tunduk dibawah pemerintahan Kesultanan Kutai Kartanegara.
  • 1728 - Abu Kasim (Mbumbu doi Bacan) naik tahta di Banggai.
  • 1733 - Seorang panglima Bugis-Paser dibawah perintah La Maddukkelleng melancarkan penyerangan terhadap Banjarmasin dan Tanah Bumbu. Pasukannya berhasil menduduki Tanah Bumbu, namun gagal di Banjarmasin.
  • 1734 - Puana Dekke, salah satu pengikut La Maddukkelleng mendirikan Kerajaan Pagatan di Tanah Kusan sebagai bawahan Paser. 
  • 1735 - Sultan Najamuddin (I Manrabbia) naik tahta di Gowa, namun belum sampai setahun tahtanya direbut kembali oleh Sultan Sirajuddin, yang juga mengalami hal yang sama karena dengan segera tahta direbut oleh Sultan Abdul Khair (I Mallawagau). Sultan Kutai, Aji Muhammad Idris menikah dengan putri penguasa Paser, La Maddukkelleng, membuat negerinya menjadi bawahan kesultanan tersebut.
  • 1736 - Perang kemerdekaan Wajo dimulai. La Maddukkelleng kembali ke Wajo untuk membantu membebaskan negerinya dari pendudukan Bone yang telah berlangsung selama lebih dari 50 tahun. Ia kembali bersama para pengikutnya, Sultan Aji Muhammad Idris dan pasukannya dari Kutai, serta beberapa bantuan prajurit Melayu dari Johor dan persenjataan dari kompeni EIC Inggris. Ia membawa armada perahu bintak yang dibagi menjadi dua grup: pasukan laut pimpinan La Banna To Assa, serta pasukan darat pimpinan Puana Pabbola dan Cambang Balolo, terdiri atas suku Bugis, Paser, Kutai, Makassar, Bugis-Pagatan, dan sejumlah orang Melayu. Pemerintahan Paser diserahkan kembali kepada penguasa lokal. Kutai, Tanah Bumbu, Pagatan, dan Pulau Laut pun turut terlepas dari pengaruh negeri itu. Sesampainya di Wajo, La Maddukkelleng langsung diangkat sebagai Arung Matoa Wajo.
  • 1737 - Wajo berhasil merdeka kembali, setelah pertempuran sengit antara pasukan Bone-VOC melawan pasukan Wajo. La Maddukkelleng kemudian lanjut merebut sejumlah daerah kekuasaan Bone di utara, seperti Duri, Enrekang, Massepe, dan Sawitto. Di tahun yang sama, federasi Agangnionjo (persatuan Tanete-Soppeng-Barru-Sidenreng) juga turut memberontak. Penguasanya, La Tenrioddang (Matinroe ri Musuna) menduduki kota Watampone dan mengkudeta Arumpone Bone Batari Toja. La Tenrioddang mengangkat dirinya sebagai Arumpone, membuat Bone berada di bawah kekuasaan Agangnionjo. Batari Toja mengungsi ke Makassar, meminta perlindungan pada VOC. Sementara sebagian bangsawan Bone lain mengungsi ke Tosora, meminta perlindungan pada Wajo. Kesultanan Gowa, yang telah menjadi bawahan Bone selama 67 tahun mengambil kesempatan untuk memerdekakan diri. Luwu, Tallu Lembangna, dan negeri-negeri Mandar juga turut lepas dari Bone. Daeng Bone (Apone) mendirikan Kerajaan Toli-Toli di Sulawesi Tengah.
  • 1738 - Kudeta kembali melanda Bone. Arung Matoa Wajo mengirim pasukan untuk menggempur Watampone lalu menuntut La Tenrioddang untuk turun dari tahta, memaksanya kembali ke Tanete. La Maddukkelleng kemudian mengangkat I Danradatu (putri Bugis yang merupakan salah satu bangsawan Bone yang mengungsi ke Wajo) sebagai Arumpone Bone. Kerajaan Bone pun terbebas dari penguasaan Agangnionjo, namun secara tidak langsung telah jatuh ke dalam pengaruh Wajo.
  • 1739 - Dipimpin langsung oleh La Maddukkelleng, armada Wajo menggempur kota Makassar, pusat pemerintahan VOC Belanda di Sulawesi Selatan. Sebelumnya, Wajo telah beraliansi dengan Kesultanan Gowa, yang turut mengirim pasukan dibawah pimpinan langsung Mangkubuminya, Karaeng Bontolangkasa. Namun pasukan aliansi ini gagal merebut Makassar, malah kemudian dapat dipukul mundur oleh armada gabungan VOC-Bone. Pasukan Belanda bahkan terus melaju ke Gowa dan berhasil menduduki negeri tersebut. Tetapi sebelumnya Gowa telah berhasil merebut kembali Pangkajene dan Maros. La Maddukkelleng dan sisa pasukannya mundur kembali ke Wajo. La Tenrioddang kembali menyerang Watampone, namun dapat dipukul mundur oleh pasukan Wajo yang berjaga di sana.
  • 1740 - Konflik Wajo-Gowa dengan Agangnionjo dan VOC-Bone berakhir. Batari Toja berhasil mendapatkan kembali tahtanya sebagai Arumpone Bone melalui bantuan VOC, sementara Gowa menjadi bawahan VOC, dan wilayah Cenrana di bagian utara Bone diserahkan kepada Wajo. Opu Daeng Menambun, seorang bangsawan perantau Bugis dilantik menjadi penguasa Kesultanan Mempawah di Kalimantan Barat. Ia mempelopori kebijakan mendatangkan pekerja Cina untuk menambang emas yang banyak terdapat di kawasan barat laut pulau Borneo, yang kemudian turut diikuti oleh dua kesultanan Melayu lainnya, Sambas dan Brunei.
  • 1741 - Penguasa Banggai dan Bungku mulai mengadakan pertemuan rahasia untuk merencanakan pemberontakan melawan kekuasaan Ternate dan VOC.
  • 1742 - Sultan Abdul Kudus (I Maappibabasa) naik tahta di Gowa.
  • 1748 - Datu We Tenri Leleang (Matinroe ri Soreang) naik tahta di Luwu.
  • 1752 - Mulana Muhammad Nurdin naik tahta di Toli-Toli.
  • 1753 - Sultan Fakhruddin (Amas Madina Batara Gowa) naik tahta di Gowa. Raja Kabudo (Mbumbu doi Mendono) naik tahta di Banggai.
  • 1754 - La Maddukkelleng turun tahta di Wajo. La Mad'danaca dilantik sebagai Arung Matoa yang baru menggantikannya.
  • 1758 - La Passaung naik tahta di Wajo.
  • 1760 - Datu Tosibengngareng naik tahta di Luwu.
  • 1761 - Opu Daeng Menambun wafat di Mempawah. La Mappajung naik tahta di Wajo.
  • 1762 - Pertempuran kembali pecah antara Bone dan Wajo, dimana Bone menuntut agar Wajo mengembalikan Cenrana kepadanya.
  • 1763 - Penaklukan Cenrana berakhir. Bone berhasil merebut kembali daerah itu dari tangan Wajo.
  • 1765 - La Maddukkelleng wafat di Wajo. We Tenri Leleang dinobatkan kembali sebagai Datu Luwu.
  • 1767 - Sultan Gowa Fakhruddin, yang sedang berada di Bima untuk menenangkan diri dari kegundahan akibat intimidasi politik VOC di Gowa, ditangkap dan diasingkan ke Srilanka. Ia dituduh bersekongkol dengan kompeni EIC Inggris untuk merencanakan pemberontakan melawan VOC. Di Srilanka, salah seorang putra sang Sultan, Karaeng Sangunglo, mengabdi pada Kerajaan Kandy (yang menguasai bagian timur pulau itu) dan turut berperan dalam mempertahankan negara tersebut dari serangan Belanda dan Inggris. Sementara empat putranya yang lain justru mengabdi pada kekaisaran Inggris, yang tengah melancarkan invasi besar-besaran terhadap India. Tahta Kesultanan Gowa kemudian diisi oleh I Mallisujawa (Tuminanga ri Tompobalang). La Malliungeng naik tahta di Wajo.
  • 1768 - Raja Ansyara (Mbumbu doi Padongko) naik tahta di Banggai.
  • 1770 - Parigi, Kasimbar, dan Buol takluk pada VOC. Penguasa Buol, Sultan Pondu berusaha memberontak namun tertangkap dan dijatuhi hukuman mati dengan cara yang keji, dimana ia diikat pada dua ekor kuda yang lalu disuruh berlari ke arah yang berlawanan, sehingga badan sang Sultan terbelah dua. Sultan Zainuddin (Tuminanga ri Mattanging/I Temmassongeng) naik tahta di Gowa. Pilewiti, seorang bangsawan Kaili Sausu mendirikan Kerajaan Tojo. Kekuasaannya terbentang dari Pandiri di Poso hingga Ulubongka di Tojo Una-Una.
  • 1771 - Magallatu, seorang bangsawan Parigi mendirikan Kerajaan Moutong sebagai bawahan Kasimbar (dan VOC).
  • 1772 - Tumente naik tahta di Toli-Toli.
  • 1773 - Mandaria (Mbumbu doi Dinadat) naik tahta di Banggai.
  • 1778 - Moutong menaklukkan Kasimbar. Datu La Tenri Peppang (Daeng Pali') naik tahta di Luwu. I Manawari Karaeng Bontolangkasa naik tahta di Gowa.
  • 1780 - Kesultanan Tidore di Maluku Utara menjadi bawahan kompeni VOC.
  • 1787 - Melalui perantaraan Kerajaan Kendahe, VOC bersedia menyerahkan Sarangani kepada Maguindanao.
  • 1793 - Salmon Muda Pontoh mendirikan Kerajaan Bolaang Itang di Bolaang Mongondow.
  • 1795 - La Mallalengeng naik tahta di Wajo.
  • 1796 - Pue Nggari (Siralangi) mendirikan Kerajaan Palu di Donggala.
  • 1797 - Dibawah Sultan Nuku, Tidore berhasil memerdekakan diri dari VOC.
  • 1800 - Pembubaran VOC. Koloni mereka di Nusantara diambil alih oleh pemerintah Belanda (Republik Batavia/Bataafsche), yang kala itu tengah menjadi bawahan Republik Prancis pimpinan Napoleon Bonaparte. Hindia Belanda pun secara tidak langsung jatuh ke tangan Prancis. Jamalul Alam Bantilan naik tahta di Toli-Toli. Tampere mendirikan Kerajaan Kulawi di Sigi.


Abad 19:



  • 1801 - Inggris, yang sedang bermusuhan dengan Prancis dan Belanda serta beraliansi dengan Tidore, mengirim pasukan dari kompeni EIC dan sekutunya (Tidore) untuk menggempur dan merebut kekuasaan Belanda di Maluku, termasuk Ternate.
  • 1804 - EIC Inggris menyerahkan kembali wilayah yang didudukinya di Maluku kepada Belanda.
  • 1805 - I Dato Labungulili naik tahta di Palu. Sultan Nuku wafat di Tidore.
  • 1806 - Belanda menyerang Tidore dan berhasil merebut benteng-bentengnya. Armada Belanda juga berhasil menduduki dan membumihanguskan Soasio, ibukota kesultanan tersebut. Namun penguasanya, Zainal Abidin berhasil lolos ke Halmahera Timur dan mendirikan pemerintahan darurat di sana.
  • 1807 - Pemerintah Belanda dibawah Prancis mengangkat Herman Willem Daendels sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda pertama. Perang Tondano II. Masyarakat Minahasa kembali melancarkan perlawanan terhadap Belanda, dimana mereka memprotes kebijakan Gubernur Jenderal Daendels yang berniat merekrut 2000 pria Minahasa untuk dijadikan pasukan Hindia Belanda yang akan menjaga pulau Jawa dari ancaman serangan Inggris.
  • 1808 - Puncak perang Tondano II. Pasukan Belanda menggempur pusat pertahanan Minahasa di Minawanua hingga perkampungan tersebut hampir musnah sepenuhnya. Saat pasukan Belanda mulai mengendurkan serangannya, sekonyong-konyong secara serentak laskar Minahasa pimpinan para ukung menyerang para serdadu Belanda dengan membabi buta. Pasukan Belanda pun mulai kewalahan. Konon, laskar Minahasa juga berhasil menenggelamkan salah satu kapal perang Belanda di danau Tondano.
  • 1809 - Perang Tondano II berakhir. Melalui bantuan sejumlah prajurit Minahasa yang membelot, pasukan Belanda berhasul memukul mundur laskar Minahasa hingga benteng terakhir mereka di Moraya. Pertempuran habis-habisan pun pecah, dan berakhir dengan jatuhnya benteng Moraya dan hampir seluruh penghuninya. Minahasa pun sepenuhnya takluk pada Belanda, yang kemudian mendirikan pemerintahan langsung di sana. Raja Atondeng (Mbumbu doi Galela) naik tahta di Banggai.
  • 1810 - Armada Inggris menggempur Manado dan berhasil mendudukinya, memaksa orang-orang Belanda mundur untuk sementara dari kawasan tersebut. Di tahun yang sama, Inggris juga berhasil merebut kembali Maluku dari Prancis-Belanda. Datu We Tenri Awaru naik tahta di Luwu. Kerajaan Arangkaa dan Salibabu berdiri di Talaud.
  • 1811 - Kapitulasi Tuntang. Pusat pemerintahan Belanda di Jawa ditaklukkan Inggris. Seluruh koloninya di Indonesia yang tersisa pun turut jatuh ke tangan Inggris.
  • 1812 - Yusuf Malatuang Syaful Mulk naik tahta di Toli-Toli.
  • 1814 - Bone menyerang pos-pos Inggris di Sulawesi Selatan. Akibatnya, Thomas Stamford Raffles, Letnan Gubernur Hindia Inggris yang berpusat di Jawa, mengirim armada pimpinan Miles Nightingall untuk menggempur negara tersebut. Istana Bone dibakar habis hingga rata dengan tanah. Arumpone Bone pun terpaksa mengaku takluk, sehingga Bone pun menjadi bawahan Inggris. Pihak Inggris juga mendirikan pemerintahan langsung di Pangkajene dan Maros.
  • 1815 - Erupsi gunung Tambora di Sumbawa. Malasigi Bulupalo naik tahta di Palu.
  • 1816 - Penyerahan kembali koloni Hindia Timur dari Inggris kepada Belanda. Belanda secara resmi kembali menjadi penguasa di Hindia Belanda. Van der Capellen dilantik sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda ketiga. Sebelumnya, Bone telah memberontak dan kembali menyerang pos-pos Inggris di Sulawesi Selatan, kali ini berhasil merebut Pangkajene, Maros, Bantaeng, dan Bulukumba. Karaeng Lembang Parang (Tuminanga ri Katangka) naik tahta di Gowa.
  • 1821 - Raja Tadja (Mbumbu doi Sau) naik tahta di Banggai. La Manang naik tahta di Wajo.
  • 1823 - Arumpone Aru Datu (I Maneng Paduka Sri Ratu Sultana Salima Rajiatuddin) naik tahta di Bone.
  • 1824 - Perang Bone I. Belanda mengumumkan perang terhadap Bone dalam rangka merebut kembali wilayahnya yang telah diduduki kerajaan Bugis tersebut. Van der Capellen mengirim dua brigade pasukan pimpinan Hubert de Stuers dan Buys. Mereka berhasil menduduki Pangkajene dan Tanete, serta menangkap Arumpone Aru Datu. Armada Belanda pun lanjut menggempur Suppa dan pusat Kerajaan Bone itu sendiri, Watampone, namun mendapat perlawanan keras dari pasukan dan rakyat Bone yang telah bersatu menentang kolonialisme Belanda. Suatu pertempuran sengit menyebabkan pihak Belanda kehilangan sepertiga pasukannya, memaksa de Stuers dan sisa tentaranya mundur.
  • 1825 - Perang Bone II. Belanda kembali mendeklarasikan perang terhadap Bone. Dengan armada yang lebih besar dibawah pimpinan Jozef van Geen, mereka berhasil menaklukkan Bantaeng dan Bulukumba, merebut benteng-benteng Bugis di kedua daerah itu. Pasukan Bone mundur dan bertahan di Maros, namun kemudian dikalahkan telak oleh Belanda. Pasukan Belanda terus merangsek maju hingga akhirnya berhasil menaklukkan Watampone. Bone pun takluk dan terpaksa menjadi bawahan Hindia Belanda. Datu La Oddang Pero naik tahta di Luwu. La Oddanriu (Tuminanga ri Suangga) naik tahta di Gowa.
  • 1826 - Du Bus dilantik sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Pemberontakan Tobungku. Kerajaan Bungku memberontak terhadap Ternate dan Belanda akibat pungutan upeti yang telah lama membebani rakyat negeri tersebut. Sultan Ternate mengirim armada berjumlah ribuan tentara pimpinan Kapita Laut Abu Muhammad untuk memadamkannya, namun mereka dapat dipukul mundur oleh pasukan Bungku. Ternate pun meminta bantuan Belanda, yang segera mengirim armada pimpinan Letnan G. Lockemeijer, yang sukses menundukkan para pemberontak Tobungku. Sultan Abdul Kadir Mohammad Aidid (Tuminanga ri Kakuasanna/I Kumala) naik tahta di Gowa. Daelangi naik tahta di Palu.
  • 1827 - Raja Laota (Mbumbu doi Tenebak) naik tahta di Banggai.
  • 1830 - Van den Bosch dilantik sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Ia mulai menerapkan cultuur stelsel dan membentuk KNIL, kesatuan tentara resmi Hindia Belanda.
  • 1835 - Yololembah naik tahta di Palu.
  • 1839 - Bungku kembali memberontak, namun dapat segera dipadamkan oleh Ternate. La Padengngeng naik tahta di Wajo.
  • 1840 - Bungku untuk ketiga kalinya kembali memberontak. Kali ini dimotori oleh seorang Daeng Makaka, seorang pangeran Bugis yang menobatkan dirinya sebagai penguasa Bungku pasca mengkudeta Bukungku, raja Bungku sebelumnya yang pro-Ternate. Namun, pemberontakan ini juga berakhir dengan kegagalan. Armada Ternate terlalu kuat untuk para pemberontak Tobungku. Sultan Ternate kemudian mengangkat kembali Bukungku sebagai penguasa Bungku, sementara Daeng Makaka berhasil meloloskan diri dan baru tertangkap 8 tahun kemudian.
  • 1842 - Perang Tobelo. Menyusul Bungku, kali ini giliran Kerajaan Banggai yang melancarkan pemberontakan terhadap Ternate dan Belanda. Konflik fisik dan senjata pun mulai terjadi di jazirah Sulawesi Timur antara orang Banggai dengan orang Ternate.
  • 1846 - Pong Tiku lahir di Pangala'. Pasukan Ternate di Banggai bersekutu dengan tiga armada bajak laut Tobelo (salah satu dari 3 kelompok perompak paling ditakuti di Nusantara kala itu, bersama dengan lanun Mindanao dan Iban) yang tengah singgah di negeri tersebut. Kedudukan laskar Banggai pun mulai terdesak akibat kehadiran para perompak Tobelo tersebut.
  • 1847 - Raja Laota dan pengikutnya tertangkap setelah terus dipukul mundur oleh armada Ternate-Tobelo. Kedudukannya pun digantikan oleh Raja Agama (Mbumbu doi Bugis) yang melanjutkan perjuangan pendahulunya untuk terus melancarkan perlawanan terhadap hegemoni Ternate dan Belanda. Melalui bantuan orang-orang Bugis, Raja Agama sukses mengusir kembali armada Ternate yang ada di Banggai. Perang pun masih terus berlanjut hingga 5 tahun kemudian.
  • 1850 - Lamakaraka naik tahta di Palu.
  • 1852 - Perang Tobelo berakhir. Armada Kesultanan Ternate dan bajak laut Tobelo kembali berhasil memukul mundur laskar Banggai. Raja Agama berhasil meloloskan diri ke Tojo, lalu ke Bone, tempat dirinya wafat. Kerajaan Banggai pun kembali takluk pada Ternate. Tatu Tonga (Mbumbu doi Jere) kemudian dilantik sebagai penguasa Banggai yang baru.
  • 1854 - Datu Patipatau (Abdul Karim Toapanyompa) naik tahta di Luwu. La Pawellangi Pajumperoe naik tahta di Wajo.
  • 1856 - Petta La Sinrang lahir di Sawitto. Kelak, ia dikenal sebagai seorang pemimpin pemberani yang arif, bijaksana, anti-kolonail, dan gencar menyebarkan agama Islam di Tanah Pinrang.
  • 1858 - Bantilan Syaifuddin naik tahta di Toli-Toli. Ia menandatangani perjanjian dengan Belanda yang menetapkan kerajaannya menjadi bagian dari Hindia Belanda. Toli-Toli pun takluk pada Belanda. Raja Soak (Mbumbu doi Banggai) naik tahta di Banggai.
  • 1859 - La Cincing Akil Ali naik tahta di Wajo.
  • 1862 - Mamuju takluk pada Belanda.
  • 1867 - Abdul Hamid Bantilan naik tahta di Toli-Toli.
  • 1868 - Maili (Mangge Risa) naik tahta di Palu.
  • 1870 - Raja Haji Nurdin (Mbumbu doi Labasuma) naik tahta di Banggai.
  • 1880 - Tabukan dan Manganitu menandatangani korte verklaring (perjanjian plakat pendek) dengan Hindia Belanda. Datu We Addi Luwu naik tahta di Luwu.
  • 1882 - Raja Haji Abdul Azis naik tahta di Banggai. Dibawahnya, Banggai kembali melancarkan perlawanan terhadap Hindia Belanda. Ia berhasil mengusir paksa para utusan dan pejabat Ternate dan Belanda dari Kerajaan Banggai, membuat Hindia Belanda kehilangan kontrol atas negeri tersebut. Kerajaan Banggai pun, untuk sementara, berhasil merdeka kembali menjadi negara mandiri.
  • 1883 - Datu Iskandar Opu Daeng Pali' naik tahta di Luwu.
  • 1885 - La Koro Arung Padali naik tahta di Wajo.
  • 1887 - Perang Kopi meletus di Tana Toraja.
  • 1888 - Wajo takluk pada Belanda. Negeri-negeri bawahannya di barat, yakni federasi Massenrempulu dan Ajatappareng, mendapatkan kembali kemerdekaannya. Jodjokodi naik tahta di Palu.
  • 1889 - Siau menandatangani korte verklaring dengan Hindia Belanda. Perang Kopi berakhir.
  • 1890 - Balanipa takluk pada Belanda.
  • 1891 - Tahuna menandatangani korte verklaring dengan Hindia Belanda.
  • 1892 - La Passamula naik tahta di Wajo.
  • 1893 - Perang Arangkaa. Belanda melancarkan penaklukan terhadap kerajaan-kerajaan di Talaud, yang berhasil dengan sukses. Penguasa Arangkaa, Raja Larenggam, tewas dalam pertempuran sengit melawan pasukan KNIL. Talaud, yang sebelumnya merupakan bawahan Ternate yang telah menjadi bawahan Belanda, pun resmi takluk pada Hindia Belanda. Sultan Idris (Tuminanga ri Kalabbiranna/I Malingkaan) naik tahta di Gowa.
  • 1895 - Arumpone La Pawawoi (Karaeng Segeri) naik tahta di Bone. Ia berhasil memajukan perekonomian kerajaannya. Sultan Husain (Tuminanga ri Bundu'na/I Makkulau) naik tahta di Gowa.
  • 1898 - Kendahe menandatangani korte verklaring dengan Hindia Belanda,
  • 1900 - Banggai kembali takluk pada Ternate dan Hindia Belanda. Pemerintah Belanda dan Ternate mengadakan konspirasi terhadap Raja Haji Abdul Azis, yang memaksanya turun tahta dan pergi ke Mekkah, tempat dirinya wafat. Raja Haji Abdul Rahman kemudian dilantik sebagai penguasa Banggai yang baru. Ishak Manggabarani naik tahta di Wajo.


Abad 20:



  • 1901 - Soekarno lahir. Datu Andi Kambo (Siti Husaimah) naik tahta di Luwu.
  • 1902 - Mohammad Hatta lahir.
  • 1903 - Belanda mulai menyerang federasi Ajatappareng (Sawitto, Suppa, Alitta). Di Sawitto, pasukan KNIL menghadapi perlawanan sengit dari pasukan berani mati pimpinan Petta La Sinrang, panglima sekaligus pangeran kerajaan tersebut. Kala Suppa dan Alitta telah takluk, Sawitto menjadi satu-satunya daerah yang masih bertahan dan selalu berhasil menghalau pasukan KNIL yang hendak mendudukinya.
  • 1904 - Belanda memulai 'Ekspedisi ke Sulawesi Selatan', yakni perang penaklukan terhadap kerajaan-kerajaan di Sulawesi Selatan (Bone, Gowa, Luwu, Agangnionjo). Federasi Agangnionjo menjadi sasaran pertama yang takluk, dimana para rajanya menyerah dengan damai kepada Belanda. Federasi itu pun bubar dan dipecah kembali menjadi 4 kerajaan: Tanete, Soppeng, Barru, dan Sidenreng. Di tahun yang sama, Belanda juga telah menaklukkan kerajaan-kerajaan merdeka yang tersisa di Sulawesi Tengah (Donggala, Palu, Tawaeli, Sigi, Kulawi).
  • 1905 - Pasukan KNIL menggempur Bone dan berhasil menguasainya dalam tempo 10 hari. Dalam serangan ini, salah satu pangeran Bugis bernama Baso Abdul Hamid tewas dalm mempertahankan negerinya, sementara ayahnya, Arumpone La Pawawoi berhasil meloloskan diri ke pedalaman Toraja. Namun tak lama kemudian sang Arumpone memutuskan untuk menyerah dan kembali ke Bone, dimana pihak Belanda lalu mengasingkannya ke Bandung. Bone pun dianeksasi penuh oleh Hindia Belanda. Pasukan KNIL kemudian lanjut menggempur Gowa. Sang Karaeng, Sultan Husain berhasil lolos ke Limbung pasca mempercayakan keamanan istana pada ketiga putranya, I Pangsuriseng, I Mangimangi, dan I Mappanyukki.
  • 1906 - Belanda menggempur Massenrempulu. Negeri itu pun takluk, namun perlawanan rakyat masih terus berlangsung. Sawitto akhirnya juga turut takluk setelah Belanda menjalankan siasat yang berhasil untuk menangkap La Sinrang, yakni dengan menawan ayahnya, La Tamma (penguasa Sawitto) dan istrinya, I Makkanyuma. La Sinrang dan para komandannya pun ditangkap saat hendak membebaskan mereka di Pinrang. Ia kemudian diasingkan ke Bogor hingga 31 tahun kemudian. Belanda kemudian menggempur Toraja, namun mendapat kesulitan akibat perlawanan yang sengit dari pasukan gerilya pimpinan Pong Tiku. Sultan Muhammad Tahir Muhibuddin (Tumimanga ri Sungguminasa/I Mangimangi) naik tahta di Gowa. Parampasi naik tahta di Palu.
  • 1907 - Nani Wartabone lahir di Suwawa. Luwu takluk pada Belanda setelah kota Palopo dikuasai pasukan KNIL. Tappalang dan seluruh negeri-negeri konfederasi Mandar takluk pada Belanda. Toraja juga akhirnya takluk pada Belanda setelah pengejaran yang panjang terhadap Pong Tiku, yang tewas ditembak dalam pelariannya.
  • 1908 - Gowa sepenuhnya takluk pada Belanda. Kesultanan Buton dan Kerajaan Konawe, dua negara merdeka terakhir di Sulawesi, menandatangani korte verklaring dengan Hindia Belanda, membuat keduanya menjadi bawahan imperium tersebut.
  • 1909 - Atas persetujuan Belanda, seorang pangeran Konawe mendirikan Kerajaan Laiwoi untuk menggantikan kedudukan Konawe, yang kala itu sedang tak memiliki raja. Riwayat Kerajaan Konawe yang kala itu usianya hampir mencapai 1000 tahun tersebut pun berakhir.
  • 1911 - Arumpone La Pawawoi wafat di Bandung.
  • 1915 - Perlawanan rakyat terakhir di Massenrempulu dapat dipadamkan oleh Belanda.
  • 1916 - Belanda membentuk afdeling Mandar, menyatukan seluruh negeri-negeri persekutuan Pitu Ba'bana Binanga dan Pitu Ulunna Salu.
  • 1917 - Kerajaan Tagulandang menandatangani korte verklaring dengan Hindia Belanda.
  • 1926 - Belanda membagi Sulawesi menjadi dua karesidenan, yakni Manado di utara dan Celebes di selatan. Andi Oddangpero naik tahta di Wajo.
  • 1931 - Andi Mappanyukki (Arumpone Bone) dan Andi Mangimangi (Karaeng Gowa) dipulihkan kekuasaannya untuk menjalankan pemerintahan di bawah Hindia Belanda.
  • 1933 - Andi Mangkona naik tahta di Wajo.
  • 1935 - Andi Djemma naik tahta di Luwu.
  • 1938 - Belanda membentuk provinsi Timur Besar (Groote Oost), yang menyatukan seluruh jajahannya di Indonesia Timur. Petta La Sinrang, yang telah dibebaskan dari pengasingannya di Bogor, wafat di tanah airnya, Sawitto.
  • 1940 - Perang Dunia II dimulai. Jerman NAZI menduduki Kerajaan Belanda. Hindia Belanda mengumumkan keadaan siaga.
  • 1941 - Kekaisaran Jepang memulai penaklukkan Asia Timur Raya.
  • 1942 - Seluruh Hindia Belanda kecuali Papua Selatan jatuh ke tangan Jepang. Seluruh Sulawesi juga dengan cepat turut dikuasai oleh pasukan Jepang. Namun, seorang nasionalis Indonesia bernama Nani Wartabone (saat itu ketua PNI cabang Gorontalo) telah berhasil mengumumkan "Proklamasi Kemerdekaan Indonesia" di Gorontalo (23 Januari). Kala itu, pasukan Jepang belum tiba, dan baru akan datang sekitar sebulan kemudian (26 Februari). Nani Wartabone dan rakyat Gorontalo sukses menangkap seluruh pejabat Belanda yang ada di sana, lalu menurunkan bendera Belanda dan mengibarkan bendera Merah Putih, diiringi lagu 'Indonesia Raya'. Nani kemudian berpidato: "Pada hari ini, 23 Januari 1942, kita bangsa Indonesia yang berada disini sudah merdeka, bebas, lepas dari penjajahan bangsa manapun juga. Bendera kita adalah Merah Putih, lagu kebangsaan kita adalah Indonesia Raya, pemerintahan Belanda telah diambil alih oleh pemerintahan nasional". Ia lalu membentuk sebuah badan pemerintahan dan memimpin sebuah rapat raksasa untuk mempertahankan kemerdekaan. Saat pasukan Jepang mendarat, mereka awalnya menjalin hubungan yang baik dan memperbolehkan bendera Merah Putih berkibar bersama bendera Hinomaru. Rakyat dan kaum nasionalis Indonesia di Gorontalo pun, untuk sementara (23 Januari 1942-30 Desember 1943), dapat menikmati kemerdekaan mereka.
  • 1943 - Pasukan Jepang yang mendarat di Gorontalo semakin bertambah, dan kali ini mereka terang-terangan melarang pengibaran bendera Merah Putih dan menuntut Gorontalo untuk tunduk pada Jepang. Mengetahui hal ini, Nani Wartabone meninggalkan kota Gorontalo dan kembali ke Suwawa. Namun tak berselang lama di akhir Desember, Jepang menuduh Nani tengah merencanakan serangan umum terhadap mereka, dan menangkapnya. Ia dibawa ke Manado dan disiksa sebagai seorang tawanan. Gorontalo pun dikuasai oleh Jepang.
  • 1945 - Perang Dunia II berakhir. Jepang menyerah setelah dibom atom oleh Amerika Serikat. Proklamasi kemerdekaan Indonesia resmi dikumandangkan oleh Soekarno dan Mohammad Hatta di Jakarta (17 Agustus). Berita pun dengan segera menyebar ke seluruh Sulawesi. Kota Palopo di Luwu menjadi daerah pertama yang mengetahuinya (18 Agustus), disusul Bulukumba, Makassar, dan Mandar (19 Agustus), Gorontalo (28 Agustus), dan Bone (21 September). Sam Ratulangi, Gubernur Sulawesi pertama mengadakan pertemuan dengan para raja Sulawesi Selatan, di antaranya Andi Mappanyuki (Arumpone Bone), Andi Mangimangi (Karaeng Gowa), dan Andi Djemma (Datu Luwu). Ketiganya mengikrarkan sumpah setia terhadap Republik Indonesia, dan mulai mendirikan badan-badan perjuangan. Seluruh Sulawesi Selatan pun resmi menjadi bagian dari Indonesia. Di Gorontalo, Nani Wartabone yang telah dibebaskan mendirikan Dewan Nasional RI (1 September). Namun di tahun yang sama, pasukan Sekutu dan NICA telah mendarat di Makassar (21-23 September), yang kemudian berkonflik dengan kaum nasionalis yang telah mulai mengadakan kampanye pengibaran bendera Merah Putih (sejak 17 September). Pertempuran terbuka pun mulai pecah di seantero Sulawesi (sejak 28 Oktober), dari Makassar, Gorontalo, hingga Minahasa.
  • 1946 - Gerakan nasionalis Laskar Pemberontak Rakyat Indonesia Sulawesi (LAPRIS) dibentuk di Sulawesi Selatan. Belanda menangkap Sam Ratulangi (7 April) dan membuangnya ke Papua, kemudian mendirikan Negara Indonesia Timur melalui serangkaian konferensi di Malino (14-24 Juli) dan Denpasar (24 November). Pembantaian Westerling (11 Desember). Seorang pemimpin militer Belanda, Kapten Raymond Westerling melancarkan genosida terhadap ribuan rakyat sipil untuk menumpas gerakan nasionalis di Sulawesi Selatan, atas persetujuan dari Jenderal Spoor dan Van Mook. Diperkirakan sekitar 40.000 orang tewas dalam pembantaian tersebut. Sultan Muhammad Abdul Kadir Aiduddin (Andi Idjo) naik tahta di Gowa. Arumpone La Pabbenteng Petta Lawa naik tahta di Bone.
  • 1947 - Agresi Militer Belanda I.
  • 1948 - Agresi Militer Belanda II. Para pemimpin Indonesia tertangkap. Sebuah pemerintahan darurat (PDRI) pun didirikan di Bukittinggi, Sumatra Barat.
  • 1949 - Konferensi Meja Bundar di Den Haag. Belanda resmi mengakui kedaulatan Indonesia sebagai sebuah negara serikat bernama Republik Indonesia Serikat (RIS). Indonesia Timur menjadi salah satu negara bagian dari republik-serikat ini.
  • 1950 - Republik Indonesia Serikat resmi dibubarkan. Indonesia kembali menjadi negara kesatuan. Provinsi Sulawesi kembali dibentuk.
  • 1953 - Letkol Kahar Muzakkar, seorang mantan pejuang kemerdekaan RI, memberontak dan menyatakan Sulawesi Selatan sebagai bagian dari Negara Islam Indonesia (NII/Darul Islam) pimpinan SM Kartosuwiryo. Berpusat di Baraka, Enrekang, gerakan pemberontakan ini dengan cepat menyebar ke hampir seluruh Sulawesi Selatan, bahkan hingga ke Sulawesi Tenggara. Makassar dan beberapa daerah di pesisir selatan yang telah dijaga TNI menjadi sedikit dari kawasan yang aman dan steril dari aktivis DI/TII. Basis-basis pertahanan utama Kahar Muzakkar dan pengikutnya antara lain di Toraja, Luwu Timur, dan Bone.
  • 1955 - Pemilihan Umum diadakan untuk pertama kali.
  • 1957 - Letkol Herman Nicolas Ventje Sumual mendirikan gerakan Permesta yang berpusat di Manado. Sebuah gerakan politik yang menuntut reformasi dan otonomi wilayah yang lebih luas terhadap Indonesia Timur, serta menuntut agar kabinet pemerintahan RI kala itu (Kabinet Djuanda) segera dibubarkan, karena dianggap tidak bekerja dengan efektif. Tujuan lain gerakan ini adalah untuk membendung komunisme yang kala itu semakin menggerogoti pemerintahan Indonesia. Pemerintah Indonesia menganggap gerakan ini sebagai sebuah pemberontakan dan mengirim pasukan APRI untuk memadamkannya, namun Ventje Sumual, dalam sebuah wawancara di hari tuanya, menegaskan bahwa Permesta bukanlah sebuah gerakan separatis, tetapi hanya menuntut perluasan otonomi. Namun pada kenyataannya, gerakan ini melancarkan pembombardiran terhadap kota-kota penting di jazirah Indonesia Timur, merencanakan serangan ke Jakarta, mendapatkan bantuan senjata dan personil dari Amerika Serikat, serta didukung oleh Jepang, Taiwan, dan Filipina. Bantuan dari Amerika membuat Permesta sukses menciptakan sebuah angkatan udara (AUREV) yang sangat tangguh dan sempat meneror langit Indonesia Timur selama berbulan-bulan. Permesta juga dikabarkan menjalin kerjasama dengan gerakan separatis lain yang turut berkembang di masa yang sama: PRRI, RMS, dan DI/TII.
  • 1958 - AUREV menggempur Maluku Utara, membombardir Ternate dan Halmahera. Pasukan Permesta bahkan berhasil menduduki Morotai, salah satu pangkalan militer terpenting di Indonesia saat itu. AUREV kemudian juga melancarkan serangan udara terhadap Makassar, Ambon, dan Balikpapan. Di Balikpapan, serangan Permesta sukses menenggelamkan sebuah kapal perang ALRI, KRI Hang Toeah. Di Ambon, terjadi pertempuran sengit antara AUREV dengan APRI. Baku tembak baru berakhir pasca jatuhnya sebuah pesawat AUREV yang dikemudikan oleh Allen Lawrence Pope, seorang Amerika yang mengabdi pada Permesta. Ia pun ditangkap oleh Indonesia, dan setelah itu Amerika Serikat segera berhenti mengirimkan bantuan pada Permesta (dan PRRI), yang berakibat pada mulai melemahnya kekuatan gerakan tersebut.
  • 1960 - Provinsi Sulawesi dipecah menjadi dua: Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan. Penembakan mortir oleh aktivis DI/TII terhadap Soekarno di Sulawesi Selatan, namun meleset. Di Sulawesi Utara, pasukan Indonesia memukul mundur gerakan Permesta yang semakin terdesak.
  • 1961 - Permesta berdamai dengan Indonesia, setelah sebelumnya mengalami krisis kepemimpinan akibat konflik internal. TNI juga mulai menggempur daerah kekuasaan DI/TII, memukul mundur Kahar Muzakkar dan pengikutnya.
  • 1964 - Provinsi Sulawesi Tenggara dibentuk sebagai pemekaran dari Sulawesi Selatan. Provinsi Sulawesi Tengah dibentuk sebagai pemekaran dari Sulawesi Utara.
  • 1965 - Kahar Muzakkar tewas tertembak di tepi sungai Lasolo di pedalaman Sulawesi Tenggara, mengakhiri pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan. Peristiwa G30S mengguncang Jawa.
  • 1966 - Pembantaian massal terhadap ribuan tertuduh komunis di seluruh Indonesia oleh Soeharto dan TNI-AD. Penyerahan Supersemar dari Soeharto kepada Soekarno.
  • 1967 - Soekarno menyerahkan kekuasaan kepada Soeharto.
  • 1968 - Era Orde Baru resmi dimulai dengan dilantiknya Soeharto menjadi Presiden RI kedua.
  • 1970 - Soekarno wafat di usia 69 tahun. Pemerintah menetapkan masa berkabung selama 7 hari.
  • 1997 - Krisis finansial melanda Asia, melumpuhkan perekonomian dan keuangan di sebagian besar Asia Timur. Indonesia menjadi salah satu negara yang mengalami pukulan berat, bersama dengan Thailand dan Korea Selatan.
  • 1998 - Soeharto resmi mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Presiden setelah serangkaian kerusuhan di Jawa. Bacharuddin Jusuf Habibie dilantik sebagai Presiden RI ketiga. Orde Baru pun berakhir dan Era Reformasi resmi dimulai.
  • 1999 - Abdurrahman Wahid alias Gus Dur dilantik menjadi Presiden RI keempat menggantikan Habibie.
  • 2000 - Provinsi Gorontalo dibentuk sebagai pemekaran dari Sulawesi Utara.


Abad 21:



  • 2001 - Megawati Soekarnoputri dilantik sebagai Presiden RI kelima menggantikan Gus Dur.
  • 2004 - Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla menjadi pasangan pemimpin RI pertama yang dipilih secara langsung oleh rakyat. Provinsi Sulawesi Barat dibentuk sebagai pemekaran dari Sulawesi Selatan.
  • 2008 - Soeharto wafat di usia 86 tahun.
  • 2009 - SBY kembali memenangi Pilpres dan menjadi Presiden RI bersama Boediono sebagai Wapres yang baru. Gus Dur wafat di usia 69 tahun.
  • 2014 - Joko Widodo menjadi Presiden RI ketujuh.
  • 2016 - Persiapan pembentukan provinsi Sulawesi Timur sebagai pemekaran dari Sulawesi Tengah.

------

Sumber sejarah:

- Banggaische Adatrecht
- Bunduwula
- Bunga Rampai Kebudayaan Mandar dari Balanipa
- Een Loinangsch Verhaal
- Hikayat Sipanjonga
- History of the island of Celebes
- Islamisasi Kerajaan Gowa (Abad XVI sampai Abad XVII)
- Kepulauan Rempah-rempah (Perjalanan Sejarah Maluku Utara 1250-1950)
- Kroniek van Wadjo
- Kronik Gowa
- La Galigo
- Lingwai Taita
- Lontarak Sukkuna Wajo
- Melayu Online
- Notitie (Laporan Gubernur Jenderal VOC Cornelis Speelman)
- Nagarakretagama
- Oud en Nieeuw Oose Indien
- Prasejarah-Kemerdekaan di Sulawesi Selatan
- Riwayat Singkat Terjadinya Negeri Buton dan Muna
- Sejarah Daerah Sulawesi Tengah
- Sejarah dan Budaya Konawe
- Sejarah dan Kebudayaan Pangkep
- Sejarah Gorontalo: Uduluwo Lou Limo Lopohalaa
- Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Sulawesi Utara
- Sejarah Kebudayaan Sulawesi
- Sepintas Kilas Sejarah Banggai
- Silsilla Kerajaan Tallo
- Syair Awang Semaun
- The Emergency of Early Kingdoms in South Sulawesi
- The Makassar Annals
- Warisan Arung Palakka (Sejarah Sulawesi Selatan Abad ke-17)
- Wikipedia
- Zhu Fan Zhi

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kronologi Sejarah Pulau Sumatra (75.000 SM - 2017 M)

Peta Sejarah Indonesia Periode 1900-2016

Kronologi Sejarah Pulau Jawa (10.000 SM - 2017 M)